
Surabaya (Trigger.id) – Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Dr. dr. Erwin Astha Triyono, Sp.Pd, K-PTI mengatakan, perhatian masyarakat terhadap hipertensi sempat tenggelam karena pandemi Covid-19.
Padahal penyandang hipertensi harus mendapat penanganan yang baik agar dampaknya tidak fatal. Sementara habit dan kultur masyarakat kita masih terbilang rendah dalam hal deteksi dini hipertensi. “Penderita hipertensi kebanyakan tidak mau periksa atau kontrol ulang karena takut ditarak oleh dokter,” ujar Erwin, saat peluncuran aplikasi deteksi dini hipertensi e-DESI, Rabu (3/5/2023), di Ruang Teater Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
Pencerahan bahayanya hipertensi kata Erwin menjadi tantangan tersendiri karena masyarakat masih banyak yang abai. Mereka sudah merasa cukup memiliki asuransi kesehatan sementara merokok jalan terus.
Atas dasar berbagai fakta tersebut, Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Jatim, me;uncurkan aplikasi deteksi dini hipertensi yang diberi nama e-DESI.
Aplikasi ini merupakan tindakan preventif dan promotif yang menjadi langkah awal deteksi dini hipertensi secara mandiri. Terkat aplikasi e-DESI menurut Erwin, ada dua kemungkinan. “Ada yang senang mengklik 15 pertanyaan yang ada dan ada yang tidak. Tapi bagi yang tidak senang minimal mereka sudah baca adukasinya, kata Erwin.
Sementara Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) Korwil Jawa Timur dr. Pranawa, SpPD, KGH mengapreasi peluncuran e-DESI oleh Dinkes Jatim. Karena dengan aplikasi tersebut masyarakat dapat mendeteksi dini tekanan darahnya.
Terkait prevalensi hipertensi yang makin tinggi di masyarakat, dr. Pranawa bercerita, bahwa pada 2002 lalu ia pernah melakukan penelitian di Kabupaten Sidoarjo dan hasilnya prevalensi hipertensi telah mencapai 31 persen. “Itu tahun 2002 sudah 31 persen. Dan nanti coba bisa dicek bahwa saat ini 30 persen lebih penghuni unit cuci darah adalah penderita hipertensi,” terang Pranawa.
Pranawa mengingatkan, risiko hipertensi bisa berakibat stroke, serangan jantung dan cuci darah (gagal ginjal). Karenanya, sangat tepat masyarakat dapat melakukan deteksi dini hipertensi.
Menurut Pranawa, saat ini penanganan akibat hipertensi telah menyerap anggaran biaya kesehatan sekitar Rp 2 triliun lebih dan Rp 456 miliar diantaranya di Jawa Timur. Jika deteksi dini hipertensi melalui e-DESI ini berhasil akan dapat menghemat biaya kesehatan yang sangat besar.
“Pengobatan hipertensi adalah pencegahan untuk cuci darah. Orang sehat jangan sampai terkena hipertensi dan orang hipertensi diobati agar jangan sampai cuci darah,” harap Pranawa.
Sementara Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Jatim, dr. Ninis Herlina Kirana Sari menjelaskan, prevalensi hipertensi di Indonesia 36,3 persen dan 11 persen diantaranya ada di Jawa Timur. Sementara diperkirakan 5,3 juta orang belum ditemukan. “Saat ini 8 persen anggaran kesehatan habis untuk pengobatan hipertensi,” papar Ninis.
Ninis melanjutkan, dengan aplikasi e-DESI tersebut, pihaknya ingin penderita hipertensi dapat memperoleh penanganan lebih dini dan e-DESI adaah sebuah percepatan pencegahan. “Akselerasi pencegahan dengan memanfaatkan teknologi informasi berupa aplikasi e-DESI. Hanya butuh 1 menit untuk jawab 15 pertanyaan di e-DESI. Jika skor lebih dari 7 berarti memiliki risiko tinggi hipertensi dan perlu ada tindakan lebih lanjut,” terang Ninis.
Ninis berharap, masyarakat di atas usia 18 tahun wajib memanfaatkan aplikasi ini. Masyarakat cukup melakukan scan QR Code e-DESI yang ada di tersebar di banyak tempat fasilitas pelayanan kesehatan atau bisa ketik URL berikut: https://dinkes.jatimprov.go.id/e-desi/public/
(ian)
Tinggalkan Balasan