
Surabaya (Trigger.id) – 17 Juli diperingati sebagai Hari Keadilan Internasional atau World Day for International Justice.
Hari Keadilan Internasional atau World Day for International Justice sebagai momentum untuk menyuarakan pentingnya penegakan keadilan, dan komitmen pemerintah atas penegakan keadilan yang menyeluruh. Peringatan tersebut diangkat dari Statuta Roma yang merupakan perjanjian internasional, ditandatangani oleh konferensi diplomatik internasional di Roma, Italia pada 17 Juli 1998. Statuta Roma tersebut fokus terhadap peradilan kemanusiaan, genosida, kejahatan perang dan kejahatan agresi.
Di laman RDKFM, peneliti pada Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi Nasional (Poskolegnas) UIN Jakarta, Rezky Panji Perdana Martua mengatakan, hadirnya statuta tersebut memberikan dampak besar dalam upaya penegakan dan penindakan kejahatan yang lebih optimal, sehingga memberikan keadilan secara hakiki, dan memberikan jaminan kepastian hukum serta sebagai the last resort dalam upaya litigasi.
”Sejatinya, setiap Warga Negara Indonesia (WNI) bahkan warga dunia penting mengetahui sejarah Hari Keadilan Internasional, sebagai bentuk manifestasi “jasmerah” yang berarti, jangan sekali-kali melupakan sejarah, sehingga secara tidak langsung akan merasakan hakikat serta perjuangan untuk penegakan kejahatan tersebut,” jelasnya.
Dirinya menambahkan, faktanya Statuta Roma telah diratifikasi oleh 123 negara dan Indonesia tidak termasuk kedalamnya. Sebagian besar pihak kerap menggaungkan urgensi ratifikasi konvensi tersebut, namun dalam prosesnya kerap kali terganjal karena kepentingan politik, hukum, dan ketakutan.
“Terlepas dari permasalahan ratifikasi tersebut, sejatinya Indonesia menilai keadilan adalah hak mutlak yang harus dijamin dan dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia, sesuai pada sila ke-lima pancasila,” tegasnya.
Anggota Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Ilmu Hukum, Divisi Minat Bakat Az Zumar Yusuf mengatakan, esensi peringatan tersebut yaitu nilai keadilan harus ditegakkan, dan ditanamkan di setiap diri manusia. Penting bagi kita mengetahui esensi tersebut, karena pada hakikatnya setiap individu ingin menerima perlakuan yang sesuai dan adil.
“Tantangan dalam penegakan keadilan yaitu, adanya tindak penyuapan, dan masih adanya masyarakat yang tidak menjunjung tinggi nilai keadilan, serta merasa superior sehingga menimbulkan istilah hukum tajam ke bawah tumpul ke atas,” paparnya.
Sementara penulis Issha Harruma di Kompas.com menyitir pendapat Leon Duguit, seorang ahli hukum menyebut bahwa hukum adalah aturan tingkah laku masyarakat yang harus ditaati sebagai jaminan dari kepentingan bersama, yang jika dilanggar akan menimbulkan kecaman sebagai reaksi.
Sementara itu, penegakan hukum merupakan sistem yang di dalamnya terdapat pemerintah atau lembaga negara yang bertindak secara terorganisir untuk menjamin keadilan dan ketertiban dengan menggunakan perangkat atau alat kekuasaan negara.
Issha melanjutkan, penegak hukum memiliki peran strategis dalam menentukan kualitas penegakan hukum di sebuah negara. Di Indonesia, kinerja para penegak hukum sering kali dianggap kurang memuaskan.
Ketidakpuasan masyarakat ini menjadi pertanda lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Hukum yang dianggap sebagai cara untuk mencari keadilan bagi masyarakat malah memberikan rasa ketidakadilan.
Salah satu penyebab lemahnya penegakan hukum di Indonesia adalah kualitas para penegak hukum. Masih rendahnya moralitas mengakibatkan profesionalisme kurang dan terjadi ketidakmauan pada penegak hukum.
Moralitas ini berkaitan pula dengan korupsi yang dilakukan oknum penegak hukum (judicial corruption). Para penegak hukum yang seharusnya menegakkan hukum malah justru terlibat dalam praktek korupsi. Moralitas yang rendah inilah yang menyebabkan penegakan hukum di Indonesia masih lemah. (ian)
Tinggalkan Balasan