Siapa di dunia ini yang tak pernah merasakan lelah?. Semuanya pernah mengalaminya. Sejatinya kehidupan ini selalu berputar/ antara lelah dan fresh-nya tubuh, datang silih berganti.
Tak perlu kita bermimpi menghindar dari kondisi ini. Seperti impian orang-orang malas. Mukmin itu, seorang pejuang, yang siap lelah demi kebaikan, dan siap berkorban demi keridhoan Allah SWT.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:
قَدْ ارْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً، وَارْتَحَلَتِ الآخِرَةُ مُقْبِلَةً، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ، فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الآخِرَةِ، وَلاَ تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ اليَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابَ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَل
“Sesungguhnya dunia semakin menjauh, sementara akhirat semakin mendekat. Masing-masing memiliki pengikut. Maka jadilah kalian pengikut-pengikut akhirat dan janganlah menjadi pengikut-pengikut dunia. Hari ini adalah waktu beramal bukan hisab, dan kelak adalah hari hisab dan tidak ada kesempatan untuk beramal.”
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam pernah menyampaikan pesan semangat,
اَلْمُؤْمِنُ اَلْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلىَ اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِيْ كُلٍّ خَيْرٍ، اِحْرِصْ عَلىَ ماَ يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّيْ فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَّرَ اللَّهُ وَماَ شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَـفْتَـحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ.” أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
“Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah, namun pada masing-masing (dari keduanya) ada kebaikan. Bersemangatlah terhadap hal-hal yang berguna bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah, dan jangan menjadi lemah. Jika kamu ditimpa sesuatu, jangan berkata seandainya aku berbuat begini, maka akan begini dan begitu, tetapi katakanlah Allah telah menakdirkan, dan kehendak oleh Allah pasti dilakukan. Sebab kata ‘seandainya’ itu dapat membuka perbuatan setan.” (HR. Muslim)
Sehingga untuk memiliki iman yang sempurna, seorang harus siap berjuang, siap lelah demi meraih cinta Sang Pencipta.
Yang menjadi persoalan, bukan soal lelah dan nggak lelah. Tapi, untuk apa seorang menghabiskan lelahnya?
Coba kita lihat ke luar sana, betapa banyak orang-orang yang durhaka kepada Allah ta’ala, rela bercapek-capek. Bahkan mereka menikmati capeknya dan juga berusaha menghibur diri dengan kata-kata ‘mutiara’ untuk tetap bertahan dan sabar, melalui lelah atau capek mereka.
Orang-orang kafir, rela bercapek ria, demi membela kekafirannya. Pada pendosa, rela bercapek ria, sampai terwujudlah dosanya.
Mereka mencari neraka, pun rela untuk capek. Para pencari surga, sungguh hadis lebih rela untuk capek.
Seribu pasukan musyrik rela berjalan menuju Badr, di musim panas yang menyengat. Karena perang Badr terjadi di bulan Ramadan, yang identik dengan musim panas. Bulan Ramadan sendiri disebut Ramadan, karena panasnya cuaca di bulan tersebut.
Berjalan kaki sepanjang 500 san km, di tengah terik matahari yang membakar, melewati gunung-gunung batu yang gersang, dan padang pasir yang kering panas.
Fir’aun dan bala tentaranya, rela lelah mengejar Nabi Musa AS dan pengikutnya, sampai rela menyeberangi laut, hingga mereka mati tenggelam di laut merah.
Tentu beda lelahnya kaum musyrikin itu dengan orang-orang beriman. Lelahnya orang-orang kafir adalah kepedihan, siksaan dan murka Allah. Sementara lelahnya orang-orang beriman, adalah kenangan bahagia, nikmat dan rida Allah.
إِن يَمۡسَسۡكُمۡ قَرۡحٞ فَقَدۡ مَسَّ ٱلۡقَوۡمَ قَرۡحٞ مِّثۡلُهُۥۚ وَتِلۡكَ ٱلۡأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيۡنَ ٱلنَّاسِ وَلِيَعۡلَمَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَيَتَّخِذَ مِنكُمۡ شُهَدَآءَۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ
Jika kalian (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zalim. (QS. Ali ‘Imran : 140).
Allah Senang Melihat Kita Lelah Karena Ibadah
Allah amat senang melihat bekas-bekas lelahnya orang-orang beriman, saat mereka berjuang menggapai rida-Nya. Tentang jamaah haji yang sedang wukuf di padang Arofah, Nabi bersabda,
إن الله تعالى يباهي ملائكته عشية عرفة بأهل عرفة ، فيقول : انظروا إلى عبادي أتوني شعثا غبرا
“Sesungguhnya Allah membanggakan penduduk Arafah kepada malaikat-Nya pada siang Arafah, Seraya berfirman, “Lihatlah kepada hamba-Ku mereka datang dalam kondisi lusuh dan berdebu.” (HR. Ahmad. Disahihkan oleh Albani).
Tentang mujahid yang gugur di jalan Allah, Nabi mengatakan:
ما من مكلوم يكلم في سبيل الله والله أعلم بمن يكلم في سبيله إلا جاء يوم القيامة وكلمه يثعب دما ، اللون لون الدم ، والريح ريح المسك
“Tidak ada seorang pun yang terluka di jalan Allah, dan Allah lebih tahu siapa yang benar-benar terluka di jalan-Nya (yakni yang jujur dan ikhlas), kecuali dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan lukanya mengalirkan darah, warnanya warna darah, dan aromanya aroma kasturi (misk).” (HR. Tirmidzi).
Allah Azza wajalla menghargai lelahnya kita karena ibadah dan semata hanya mencari ridha-Nya. Allah SWT sungguh murka tatkala kita bersusah-payah lagi lelah karena hanya mengejar kesenangan dunia.
Lelahnya kita karena ibadah merupakan bentuk rasa syukur kita atas segala nikmat Allah SWT. Karenanya jangan sia-siakan rasa lelah kita. Lelah kita harus bernilai ibadah dan semata hanya ingin memperoleh ridha-Nya.
- Penulis adalah Pemimpin Redaksi Trigger.id
Tinggalkan Balasan