
“…. data statistik Arab Saudi, Indonesia disebut-sebut selalu mendominasi jumlah kematian di antara 100 negara yang mengirimkan jemaahnya.”
Oleh: Dr. Ari Baskoro SpPD (Divisi Alergi-Imunologi KlinikDepartemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo– Surabaya)

Calon Jemaah Haji (CJH) lansia (di atas usia 60 tahun), pada tahun 2023 ini bisa bernapas lega. Pemerintah Arab Saudi telah memastikan, tidak ada pembatasan usia bagi jemaah haji.
Tentu saja kebijakan tersebut dapat membawa angin segar bagi semua pihak. Penantian panjang CJH bisa sedikit terurai. Di sisi lain, situasi ini merupakan tantangan.Untuk meresponsnya, diperlukan persiapan yang lebih matang. Khususnya penanganan berbagai tahapan manasik kesehatan haji bagi lansia. Pasalnya mereka dikategorikan sebagai CJH risiko tinggi (risti)
Kementerian Agama (Kemenag) menyatakan, saat ini porsi CJH lansia lebih banyak dari pada tahun-tahun sebelumnya.Ditengah-tengah ketidakpastian selama tiga tahun akibat pandemi, menyebabkan kegagalan keberangkatan mereka ke Tanah Suci. Dampak antrean itu mengakibatkan terakumulasinya CJH lansia, pada tahun 2023.
Kuotanya mencapai 62.879 orang yang berusia di atas 65 tahun, dari total 221 ribu CJH. Bukan perkara mudah menekan risiko medis terhadap CJH lansia sebanyak itu. Sebagai wujud antisipasinya, diperlukan langkah-langkah pemantauan dan pemeliharaan kesehatan yang lebih baik. Setidaknya dimulai sejak berlangsungnya manasik kesehatan haji.
Waktunya relatif singkat, bila periodenya terhitung sejak pengumuman resmi tanggal 10 Januari 2023. Menurut jadwal,kloter pertama pemberangkatan jemaah haji, akan dimulai pada 24 Mei 2023. Kemenag pun akan menyiapkan petugas yang lebih kompeten. Khususnya harus memiliki kelebihan dalam hal wawasan dan pemahaman, terkait pelayanan CJH risti.
Waktu persiapan
Waktu yang “hanya” empat bulan, seyogianya digunakan seefektif mungkin bagi manasik kesehatan haji lansia. Sebelum jadwal keberangkatan haji diumumkan secara resmi, banyak CJH lansia yang masih ragu akan kepastian keberangkatan mereka. Kondisi ini terkait dengan negosiasi kuota haji, antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi.
Beban persiapan fisik dan mental mereka pun, bertambah dengan meningkatnya Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BIPIH). Bisa jadi biaya tersebut tembus sekitar 69,1 juta rupiah.
Manasik kesehatan haji wajib dilakukan. Tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman CJH. Diharapkan mereka mampu memelihara dan mencegah risiko kesehatannya secara mandiri. Dengan terpeliharanya kesehatan sebelum keberangkatan,selama di Tanah Suci, hingga pulang kembali ke tanah air, CJH lansia dapat beribadah dengan lancar.
Banyak kendala yang mungkin terjadi, terkait status mereka yang tergolong risti. Problem penurunan kemampuan fisik dan komorbid acap kali menyertai.Untuk itu diperlukan tata kelola yang sebaik-baiknya. Upaya ini bertujuan menekan risiko morbiditas dan mortalitas jemaah haji lansia Indonesia.
Masalah kesehatan haji
Menurut data statistik Arab Saudi, Indonesia disebut-sebut selalu mendominasi jumlah kematian di antara 100 negara yang mengirimkan jemaahnya. Rangkuman tersebut tercatat selama 15 tahun terakhir ini. Kontribusi kematian dari negara kita berfluktuasi.Rata-rata sebesar 300-400 kematian setiap penyelenggaraan haji.
Jumlah ini setara dengan dua per mil jemaah. Dibandingkan negara lain, tampaknya Indonesia belum dapat secara optimal menekan risiko mortalitas ini. India misalnya. Angka mortalitas negara Hindustan itu hanya satu per mil. Demikian juga jemaah haji dari Turki dan Iran, selalu lebih rendah dari negara kita. Pada periode waktu yang sama, jemaah haji Malaysia yang wafat hanya mencapai 0,3 per mil.
Jumlah kematian jemaah haji Indonesia pada penyelenggaraan tahun 2022, menurun cukup signifikan. Di antara 100.051 jemaah, tercatat “hanya” 89 orang yang wafat.Faktor penting yang melatar belakanginya adalah karena pembatasan usia. Pada tahun lalu, CJH yang berusia lebih dari 65 tahun batal diberangkatkan. Hal itu didasarkan pada aturan yang dikeluarkan oleh otoritas Arab Saudi.
Mayoritas kematian jemaah Indonesia saat itu, masih didominasi usia 55-60 tahun. Di sisi lain, hanya satu jemaah haji Malaysia yang wafat di antara 14.600 yang diberangkatkan. Negeri Jiran itu memang menerapkan aturan yang cukup ketat, menyangkut persyaratan kesehatan bagi jemaah hajinya.
Problem spesifik lansia
Haji merupakan ibadah yang memerlukan persiapan kebugaran fisik dan kesehatan yang optimal. Sekitar 70 persen porsi ibadahnya, memerlukan ketahanan fisik yang andal.Khususnya saat menghadapi masalah cuaca yang panas terik, serta kelembaban udara yang tinggi.Faktor kondisi geografis setempat, berupa perbukitan yang agak curam, lalu lintas yang padat dan kerumunan, ikut mempengaruhi. Demikian pula saat aktivitas berjalan kaki pada puncak haji di Armuzna, melakukan thawaf dan sa’i.
Pada umumnya jemaah haji kita terlalu bersemangat menjalankan ritual haji, tanpa bisa menakar dengan tepat kondisi fisiknya. Kepatuhan mengonsumsi obat secara teratur juga rendah, pada jemaah yang memiliki penyakit. Kendala optimalisasi kebugaran fisik, bisa berdampak pada risiko tidak lengkapnya rangkaian pelaksanaan ibadah haji tersebut.
Lansia merupakan konsekuensi alamiah proses menua.Dampaknya akan terjadi penurunan pada hampir semua faal organ tubuh. Sintesis hormon-hormon reproduksi akan berkurang. Pada laki-laki terjadi andropause, sebagai dampak menyusutnya hormon androgen. Perempuan yang mendekati usia sekitar 50 tahun, akan mengalami menopause. Melandainya produksi hormon estrogen adalah sebagai penyebabnya.Semua faal organ tubuh secara gradual akan mengalami nasib yang sama pula. Tak pelak, proses penuaan ini berujung pada terjadinya gejala-gejala spesifik pada lansia yang dikenal dengan sebutan sindrom geriatri.
Sindrom (kumpulan gejala) ini,tidak hanya menyangkut penurunan kapasitas fisik, namun terkait pula dengan mundurnya fungsi intelektual (gangguan memori/kognitif). Faktor sosio-ekonomi dan interaksinya dengan kondisi lingkungan, juga ikut memberikan andil. Tidak jarang hal ini berdampak pada rentannya mereka mengalami depresi dan kesedihan yang mendalam. Terganggunya nafsu makan dan sistem imunitas, bisa berdampak langsung pada risiko lebih mudahnya lansia mengalami penyakit infeksi.
Sindrom geriatri terbagi atas beberapa derajat, mulai dari yang paling ringan hingga yang terberat. Sebenarnya sebagian besar keluhan, masih dapat diupayakan untuk diperbaiki. Celah inilah yang seharusnya merupakan tantangan agar bisa dimanfaatkan secara optimal, pada saat manasik kesehatan haji.
Dalam beberapa kasus, usia kronologis (sesuai tanggal lahir), tidak selalu linier dengan usia fisiologis/biologis (usia sesungguhnya dari organ-organ tubuh). Pola hidup dan nutrisi yang baik, serta kebiasaan rajin berolah raga, dapat menekan laju percepatan usia biologis. Oleh karena itu kapasitas fungsional organ-organ tubuh dapat terpelihara dengan baik. Bisa terjadi usia kronologisnya memang sudah tua, tetapi usia biologisnya tampak jauh lebih muda.
Semoga manasik kesehatan haji lansia, dapat menjawab tantangan bagi terwujudnya lansia yang lebih sukses dan sehat (succesfulaging).Sukses dunia dan sukses akhirat.
Tinggalkan Balasan