Imam Al-Ghazali membahas sedekah dalam karya monumental seperti Ihya’ ‘Ulumuddin, ia memperluas makna sedekah jauh melampaui sekadar pemberian harta. Bagi beliau, sedekah adalah bentuk kebaikan dan kontribusi positif dalam berbagai aspek kehidupan. Setiap orang memiliki kesempatan untuk bersedekah, baik kaya maupun miskin, karena sedekah tidak hanya soal materi tetapi juga perilaku, waktu, ilmu, dan niat.
Imam Al-Ghazali menyadari bahwa tidak setiap orang mampu bersedekah secara finansial. Oleh karena itu, beliau menekankan bahwa kebaikan dalam bentuk apa pun bisa dianggap sebagai sedekah, seperti:
- Senyuman kepada orang lain
- Membuang benda berbahaya dari jalan
- Memberikan bantuan fisik atau tenaga
Ini selaras dengan hadits Nabi SAW:
كُلُّ مَعْرُوفٍ صَدَقَةٌ
“Setiap kebaikan adalah sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini mengajarkan bahwa segala bentuk kebaikan—baik berupa perkataan, tindakan, maupun perilaku positif—dihitung sebagai sedekah. Ini memperluas pemahaman tentang sedekah sehingga siapa pun dapat berbuat kebaikan dalam berbagai cara, bukan hanya dengan harta.
Menyebarkan ilmu, mengajarkan Al-Qur’an, atau memberi nasihat yang tulus juga termasuk sedekah menurut Al-Ghazali. Ilmu yang bermanfaat tidak hanya mendatangkan kebaikan bagi orang lain tetapi juga akan menjadi amal jariyah bagi yang memberikannya. Beliau menegaskan bahwa ilmu yang tidak diamalkan justru akan merugikan pemiliknya, sementara ilmu yang diamalkan adalah bentuk sedekah terbaik.
Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya akhlak mulia sebagai bentuk sedekah. Akhlak baik meliputi keramahan, kesabaran, rendah hati, serta memberi rasa nyaman kepada orang lain. Berakhlak baik dalam kehidupan sehari-hari dapat menjadi sedekah yang membawa keberkahan bagi lingkungan dan masyarakat.
Imam Al-Ghazali juga memandang bahwa memberikan waktu dan perhatian kepada orang yang membutuhkan merupakan sedekah. Misalnya, mendengarkan curahan hati orang lain atau memberi dukungan moral pada seseorang yang mengalami kesulitan. Hal ini menunjukkan bahwa sedekah bukan hanya tentang harta, tetapi juga tentang kehadiran dan empati yang tulus.
Bagi Imam Al-Ghazali, niat yang ikhlas merupakan esensi sedekah. Bahkan kebaikan sekecil apa pun akan bernilai besar di sisi Allah jika dilakukan dengan niat tulus. Sebaliknya, sedekah dengan tujuan pamer atau riya tidak memiliki nilai di hadapan Allah.
Imam Al-Ghazali mengajarkan bahwa sedekah adalah ekspresi nyata dari iman dan kepedulian. Ia mengajak umat Islam untuk memandang sedekah dari perspektif yang luas—tidak hanya sebagai kewajiban finansial tetapi sebagai bagian dari perilaku sehari-hari. Setiap orang, terlepas dari status sosial atau kekayaannya, selalu bisa bersedekah dengan ilmu, tenaga, perhatian, dan akhlak baik.
Dengan demikian, ajaran Al-Ghazali ini menegaskan bahwa sedekah adalah jalan untuk menumbuhkan cinta, kebersamaan, dan kesejahteraan dalam masyarakat, sekaligus menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
—000–
*Penceramah dan dosen Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah dan Komunikasi Islam (STIDKI) Ar Rahmah Surabaya
Tinggalkan Balasan