
Surabaya (Trigger.id) – Jika Anda baru saja mulai berlari, tantangan terbesar mungkin bukan sekadar memulai latihan, tetapi juga memilih perlengkapan yang tepat.
Pilihan pakaian lari yang begitu beragam telah melahirkan industri kecil berupa direktori daring, mood board di Instagram, dan diskusi di sub-Reddit untuk membantu para pelari memahami dunia perlengkapan olahraga ini.
Sepatu lari berteknologi tinggi dengan pelat karbon—yang dirancang untuk membantu pengembalian energi kepada pelari—kini hadir dalam berbagai kolaborasi dan warna yang menarik, bahkan sering kali ludes terjual secara daring. Butik seperti Distance di Paris dan Renegade di Oakland, California, menargetkan pelari yang sadar akan gaya. Bahkan Brooks, merek yang selama ini dikenal dengan sepatu performa tinggi, baru-baru ini mengumumkan akan meluncurkan sepatu gaya hidup pertamanya pada Maret mendatang bekerja sama dengan Jeff Staple, pionir kolaborasi streetwear dan sneaker.
Popularitas Lari yang Melonjak
Masuknya dunia fashion ke dalam olahraga lari terjadi seiring dengan meningkatnya popularitas olahraga ini. Tahun lalu, jumlah peserta maraton mencapai rekor tertinggi. Keanggotaan klub lari global naik 59% pada 2024, menurut aplikasi kebugaran Strava. Di kota-kota besar seperti New York, klub lari semakin berkembang sebagai alternatif untuk bertemu orang baru di luar aplikasi kencan atau media sosial. Fenomena ini telah menjadikan lari sebagai aktivitas sosial, di mana gaya pribadi menjadi faktor yang lebih penting.
“Lari bukan hanya tentang berpartisipasi dalam perlombaan, tetapi juga tentang bagaimana Anda menjalani kehidupan sehari-hari,” ujar Gabriele Casaccia, pendiri dan direktur kreatif Mental Athletic, majalah cetak dua tahunan yang membahas budaya lari kontemporer dengan tampilan lebih menyerupai Dazed dibandingkan Runner’s World.
Merek-merek seperti Satisfy, District Vision, dan Soar—yang lahir pada 2010-an—hingga merek olahraga klasik seperti Asics dan Saucony, kini bersaing untuk menarik pelanggan yang berada di persimpangan antara gaya hidup dan olahraga, tanpa kehilangan identitas unik mereka.
Munculnya Pelari dengan Gaya Baru
Cole Townsend, pendiri Running Supply—sebuah buletin Substack dan direktori daring yang mengkurasi produk lari bergaya—mengatakan bahwa tren lari yang semakin kasual dan pemasaran yang terinspirasi gaya hidup membuat merek-merek lari mulai menargetkan persona tertentu, bukan sekadar menjadi merek olahraga umum seperti Nike.
“Anda harus menemukan segmen baru, persona baru, yang menarik bagi orang-orang,” kata Townsend. Satisfy, yang akan berusia 10 tahun pada 2025, telah membangun identitas uniknya di kalangan pelari trail dengan produk-produk yang memiliki palet warna khas dan nuansa individualitas yang jarang ditemukan di industri ini.
Merek lain seperti Bandit Running juga menemukan ceruk pasar mereka dengan menciptakan produk untuk komunitas klub lari di New York. Mereka menawarkan pakaian serbaguna yang bisa digunakan saat berlari maupun saat bersosialisasi.
“Pelari ingin mengenakan sesuatu yang nyaman saat lari, tetapi juga bisa dipadukan dengan jeans longgar untuk gaya santai di akhir pekan,” ujar Ardith Singh, salah satu pendiri Bandit Running.
Membedakan pelanggan antara mereka yang mencari performa tinggi dengan mereka yang lebih mengutamakan gaya kini mulai dianggap sebagai pendekatan yang usang.
“Menampilkan foto pelari dengan gaya lama tidak akan menarik lagi,” kata Jordan Yob, direktur pemasaran Saucony. “Harus ada unsur komunitas, sesuatu yang artistik dan kreatif, untuk menarik minat mereka.”
Komunitas Lari yang Semakin Solid
Jika melihat unggahan Instagram resmi Saucony, pernyataan Yob terlihat jelas. Mereka menampilkan berbagai jenis pelari, dari atlet profesional hingga anggota klub lari lokal, serta kolaborasi dengan influencer dan pecinta sneaker seperti Jae Tips. Bahkan, dalam salah satu unggahan, pelari profesional Vanessa Fraser memperlihatkan bagaimana ia memadukan sepatu lari performa tinggi dari Saucony dengan siluet sepatu gaya hidup.
Lonjakan popularitas klub lari juga membuat keterlibatan komunitas menjadi fokus utama bagi merek seperti Saucony dan Bandit Running. Meskipun lari sering dianggap sebagai olahraga individu, pertumbuhannya yang semakin terkoneksi secara sosial mendorong merek untuk lebih aktif dalam mengikuti tren komunitas pelari.
Autentisitas di Atas Segalanya
Meskipun banyak merek yang kini memasukkan elemen gaya hidup ke dalam produk mereka, pelari tetap mencari perlengkapan yang mampu meningkatkan performa mereka—baik itu untuk memenuhi kualifikasi Boston Marathon atau sekadar menyelesaikan lari lima mil pertama mereka. Townsend menegaskan bahwa pelari bisa dengan mudah membedakan mana merek yang benar-benar berkomitmen dalam dunia lari dan mana yang sekadar memanfaatkan tren untuk keuntungan cepat.
“Kita melihat banyak merek di Instagram yang muncul tiba-tiba, tetapi mereka tidak benar-benar membuat pakaian lari teknis. Mereka hanya mencoba membuat sesuatu yang terlihat keren. Merek-merek seperti itu tidak akan bertahan lama,” katanya.
Seiring dengan semakin eratnya hubungan antara dunia lari dan fashion—dari peluncuran sneaker edisi khusus hingga aktivasi klub lari di Paris Fashion Week—para pelari sejati akan tetap mencari merek dan mitra yang benar-benar memahami dan menghormati budaya lari.
“Sekarang banyak merek yang ingin mencoba peruntungan di fenomena ini… tetapi kami tidak tertarik bekerja sama dengan mereka yang hanya ingin sekadar mengadakan acara lari,” ujar Casaccia dari Mental Athletic. “Bagi kami, lari adalah pengalaman dan cara hidup.”. (ian)
—000—
Tinggalkan Balasan