

Dalam Islam, konsep pandangan yang bernilai ibadah atau dikenal sebagai “pandangan yang bernilai pahala” memiliki beberapa aspek penting yang harus dipahami.
Segala perbuatan dalam Islam dinilai berdasarkan niatnya. Jika seseorang melakukan sesuatu dengan niat yang ikhlas untuk mencari ridha Allah, maka perbuatan tersebut bernilai ibadah. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung pada niatnya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Tindakan yang dilakukan harus sesuai dengan ajaran Islam dan syariah. Tidak semua perbuatan yang dilakukan dengan niat baik akan bernilai ibadah jika tidak sesuai dengan aturan-aturan Islam
Allah Swt memiliki sifat Maha Pemurah dan Maha Penyayang, termasuk dalam urusan ibadah. Agama Islam merupakan agama yang tak memberatkan umatnya, bahkan ibadah sekecil apa pun akan medapatkan pahala.
Imam Suyuthi dalam Jami’ as-Saghir meriwayatkan hadis tentang memandang lima macam perbuatan ini yang bernilai ibadah. Nabi bersabda:
خَمْسٌ مِنَ الْعِبَادَةِ: النَّظْرُ فِى الْمُصْحَفِ، وَالنَّظْرُ إِلَى الْكَعْبَةِ، وَالنَّظْرُ إِلَى الْوَالِدَيْنِ، وَالنَّظْرُ فِى زَمْزَمَ وَهِىَ تَحُطُّ الْخَطَايَا، وَالنَّظْرُ فِى وَجْهِ الْعَالِمِ
“Ada lima macam pandangan yang berniai ibadah: Memandang mushaf, memandang Ka’bah, memandang kedua orang tua, memandang Zamzam bisa melebur kesalahan-kesalahan, dan memandang wajah orang alim”.
Maksud dari hadis tersebut dapat dijelaskan sebagaimana berikut:
Memandang Mushaf
Memandang mushaf yang bernilai ibadah adalah memandang untuk membacanya, sehingga mayoritas ulama berpendapat, membaca al-Quran dengan melihat mushaf lebih utama dari pada membaca al-Quran dengan hafalan, karena cara tersebut mengumpulkan dua macam ibadah, yaitu membaca dan melihat. Selain itu dengan melihat mushaf, bisa membantu agar bacaan benar, terhindar dari lahn (kesalahan gramatika).
Al-Munawi dalam Faid al-Qadir mengutip keterangan Imam Nawawi yang mengatakan, pendapat di atas diikuti oleh ulama Syafi’iyah namun tidak berlaku secara mutlak.
Jika orang yang membaca dengan cara menghafal bisa lebih menghayati dan merenungkan makna al-Quran, lebih konsentrasi dan lebih khusyu’ hatinya, dibandingkan dengan membaca dengan cara melihat mushaf, maka membaca dengan cara menghafal itu lebih utama. Jika pengaruh yang ditimbulkan sama, maka membaca dengan melihat mushaf itu lebih afdal.
Memandang Ka’bah
Berdasarkan hadis di atas, Atha’ dan Mujahid berpendapat, memandang ka’bah adalah ibadah. Bahkan menurut al-Mawardi dan Ar-Rauyani, orang yang sedang melakukan salat di Masjidil Haram disunahkan memandang Ka’bah, bukan memandang tempat sujudnya.
Menurut al-Munawi, memandang Ka’bah bernilai ibadah jika disertai dengan perasaan senang gembira dan rindu dengan Tuhan pemilik Ka’bah tersebut.
Rasulullah juga menjelaskan bahwa orang yang memandang Baitullah akan mendapat rahmat (kasih sayang) Allah, sebagaimana diriwayatkan oleh Thabrani dalam Mu’jam al-Kabir. Rasul bersabda, “
“Setiap sehari semalam Allah menurunkan seratus dua puluh rahmat atas Baitullah. Enam puluh rahmat untuk yang melakukan tawaf, empat puluh untuk yang melakukan salat, dan yang dua puluh untuk yang memandang.”
Memandang Kedua Orang Tua
Al-Munawi menjelaskan, pandangan kepada kedua orang tua akan bernilai ibadah jika disertai dengan perasaan rendah hati dan lemah lebut di hadapan mereka, pandangan penuh syukur karena mereka telah ikhlas mengasuh dan mendidik, dan pandangan memuliakan kedudukan mereka.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa pandangan tersebut merupakan salah satu upaya untuk berakhlakul karimah dan birrul walidain kepada kedua orang, yaitu amal yang sangat dicintai oleh Allah, sebagaimana disabdakan Rasulullah dalam Sahih Bukhari:
Aku mendengar Abu ‘Amr berkata: Pemilik rumah ini (sambil menunjuk rumah Abdullah bin Mas’ud) bercerita kepadaku, dia berkata: Aku bertanya kepada kepada Nabi SAW, “Amal apakah yang paling dicintai Allah?” Nabi menjawab, “Salat pada waktunya.” Dia berkata, “Kemudian apa lagi?” Nabi menjawab, “Kemudian berbakti kepada kedua orang tua.” Dia berkata, “Kemudian apa lagi?” Nabi menjawab, “Berjuang di jalan Allah.”
Memandang Zamzam
Memandang sumur Zamzam atau air Zamzam jika diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah akan bernilai ibadah dan melebur dosa-dosa, apalagi jika pandangan tersebut sambil merenungkan betapa besar kekuasaan Allah yang telah menciptakan mata air Zamzam di tengah lembah gersang di Makkah melalui proses yang tidak biasa.
Bermula dari Ibu Hajar dan Ismail yang kehabisan perbekalan, membuat Hajar panik dan mondar-mandir dari Shafa dan Marwa, tiba-tiba mendapati Ismail kecil sedang mengorek-ngorek tanah dengan kaki, kemudian keluarlah air dari dalam tanah itu, sehingga mereka berdua bisa melepaskan dahaga.
Zamzam dari masa ke masa bisa mencukupi kebutuhan jamaah haji, dan ada orang khusus yang mengurusinya. Mulai dari zaman Abdu Manaf, kemudian turun ke Hasyim, kemudian turun ke Abdul Muthallib, kemudian ke Abbas. Kemudian pada masa Islam, Rasulullah tidak mengganti Abbas, bahkan menetapkannya sebagai orang yang berwenang mengurus siqayah (penyediaan air) Zamzam dan kewengan itu terus berlanjut kepada Bani Abbas (keturunan Abbas).
Memandang Wajah Orang Alim
Rasulullah menjelaskan memandang ulama adalah ibadah. Penjelasan tersebut untuk menunjukkan betapa mulianya ilmu pengetahuan. Maksud dari ilmu dalam hadis tersebut adalah ilmu agama dan yang dimaksud orang alim adalah orang yang berilmu dan mengamalkan ilmunya.
Memandang mereka bernilai ibadah karena orang yang memandang haliyah (prilaku) mereka akan mendapatkan pelajaran bagaimana cara berakhlakul karimah, bagaimana cara beribadah yang benar dan lain sebagainya. Selain itu, memandang orang alim beserta keilmuan yang melekat pada diri mereka akan menumbuhkan sikap hormat dan memuliakan.
Intinya, memandang haliyyah dan keilmuan orang alim bisa mengingatkan kita pada akhirat. Sebagaimana yang dijelaskan Ja’far ash-Shadiq, memandang orang alim akan bernilai ibadah jika dengan memandang mereka bisa mengingatkan kita pada akhirat. Sedangkan memandang orang alim yang tidak seperti itu, hanya akan menjadi fitnah.
—000—
*Ulama dan Akademisi dari Ubaya
Tinggalkan Balasan