Ungkapan “tawakal tak harus masuk akal” menegaskan bahwa dalam Islam, tawakal (berserah diri kepada Allah SWT) tidak selalu berkaitan dengan logika manusia atau pemahaman akal semata.
Tawakal lebih mendalam dan melibatkan keyakinan penuh kepada kekuasaan Allah, meskipun terkadang situasi yang dihadapi tampak mustahil atau tidak dapat dijelaskan secara rasional.
Tawakal secara bahasa berasal dari kata Arab “توكل” yang berarti bersandar, mempercayakan, atau menyerahkan urusan. Dalam konteks Islam, tawakal memiliki makna yang lebih dalam terkait keyakinan kepada Allah SWT. Tawakal menurut para ulama dan sumber-sumber Islam:
- Penyerahan Diri Kepada Allah Setelah Berusaha: Tawakal berarti menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah melakukan ikhtiar atau usaha dengan sungguh-sungguh. Dalam hal ini, seseorang tetap berusaha sesuai kemampuannya, namun menyerahkan hasil akhirnya kepada kehendak Allah SWT.
- Percaya Sepenuhnya kepada Allah: Tawakal adalah bentuk kepercayaan total kepada Allah bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari rencana-Nya yang terbaik untuk hamba-Nya. Ini termasuk menerima dengan ikhlas apapun hasilnya, baik sesuai dengan harapan atau tidak.
- Ketenangan dan Keyakinan dalam Takdir Allah: Menurut Imam Al-Ghazali, tawakal adalah keadaan hati yang tenang dan yakin bahwa Allah SWT akan mencukupi semua kebutuhan manusia. Hati seorang yang bertawakal tidak gelisah atau khawatir karena ia yakin bahwa Allah Maha Kuasa dan akan menolongnya.
- Mengandalkan Allah dalam Setiap Urusan: Ibnu Qayyim Al-Jawziyyah menjelaskan bahwa tawakal adalah mengandalkan Allah dalam mendapatkan manfaat dan menghindari kemudaratan di dunia dan akhirat. Tawakal juga mencakup kepercayaan bahwa semua upaya manusia tidak akan berhasil tanpa pertolongan Allah.
- Menerima Ketentuan Allah dengan Ikhlas: Tawakal juga berarti menerima segala keputusan Allah dengan hati yang lapang dan ikhlas, tanpa protes atau keluhan. Ini mencakup keyakinan bahwa apa pun yang Allah tetapkan, baik berupa nikmat maupun cobaan, adalah yang terbaik untuk hamba-Nya.
- Menggantungkan Harapan Hanya kepada Allah: Menurut Al-Qur’an, seorang yang bertawakal hanya menggantungkan harapannya kepada Allah, bukan kepada makhluk atau kekuatan duniawi. Ini adalah bentuk keyakinan yang mutlak bahwa hanya Allah yang dapat memberikan pertolongan dan solusi dalam setiap masalah.
Dalam banyak ajaran Islam, tawakal didasarkan pada kepercayaan bahwa Allah SWT mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Bahkan ketika seseorang telah berusaha dengan maksimal, hasil akhirnya tetap berada di tangan Allah. Ada situasi-situasi di mana akal manusia terbatas dalam memahami rencana Allah, namun seorang Muslim tetap diperintahkan untuk berserah diri dengan penuh keyakinan.
Beberapa poin penting terkait tawakal yang tidak selalu harus masuk akal adalah:
- Keterbatasan Akal Manusia: Akal manusia tidak mampu memahami semua hikmah yang ada dalam takdir Allah. Terkadang sesuatu yang terlihat buruk atau mustahil dalam pandangan kita, ternyata membawa kebaikan yang lebih besar.
- Keajaiban di Luar Batas Nalar: Banyak kisah dalam sejarah Islam, seperti mukjizat para nabi, yang memperlihatkan bagaimana Allah mengatur segalanya di luar batasan logika manusia.
- Ikhtiar dan Tawakal Beriringan: Meskipun tawakal tidak harus masuk akal, tetap penting untuk mengiringinya dengan ikhtiar atau usaha yang sungguh-sungguh. Usaha adalah bagian dari keimanan, sedangkan tawakal adalah bentuk penyerahan penuh kepada Allah atas hasil dari usaha tersebut.
Tawakal yang sesungguhnya bukan berarti pasrah tanpa usaha, melainkan melakukan yang terbaik dengan keyakinan penuh bahwa Allah akan memberikan hasil yang paling baik, meskipun mungkin tidak sesuai dengan ekspektasi atau logika kita.
—000—
*Muslim Influencer
Tinggalkan Balasan