Surabaya (Trigger.id) – Hidup tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan. “Tapi mereka juga harus mendapat jaminan perlindungan dari kekerasan, diskriminasi dan seterusnya,” tegas psikolog Ika Yuniar Cahyani M.Psi dari Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, dalam “Pelatihan Manajemen Kasus Dalam Sistem Perlindungan Anak dan Perempuan” yang digelar DP3APPKB Surabaya, di Hotel Samator Novotel Surabaya, Kamis (10/11/2022).
Menurut Ika, hak-hak anak yang diatur PBB yang sudah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia itu juga memberikan kerangka perlindungan untuk mencegah terjadinya kekerasan pada anak. “Itu semua merespon kejadian-kejadian kekerasan pada anak, mengatasi kekerasan, menelantar, eksploitasi dan kejahatan lain terhadap anak,” ujar Ika Yuniar.
Ika juga mengingatkan, kejahatan anak tidak hanya di rumah tetapi juga di sekolah, di panti, bahkan di lapas dan semua tempat yang di situ ada anak, rentan terjadinya kasus-kasus kekerasan baik verbal maupun non verbal.
Sebenarnya. kata Ika yang juga dosen psikologi Unair, sebagai orang dewasa juga harus hati-hati, karena anak-anak kita ini sudah dilindungi oleh undang-undang. “Dan jangan salah juga anak-anak sekarang juga sudah mulai melek hak-haknya, mereka ingin didengarkan, mereka juga memang berhak mendengarkan,” terang Ika.
Perlindungan yang ideal tidak hanya saat anak di luar rumah. Di dalam pun anak-enak juga harus dilindungi. Artinya, anak-anak tersebut juga butuh dihargai, butuh dukungan dan penguatan dalam keluarga. “Kasih sayang kalau biasanya ada yang bilang asah asih dan asuh gitu ya, itu harusnya diperoleh semua anak;” lanjut Ika.
Sementara Kepala Bidang PPA DP3APPKB Kota Surabaya, Thussy Apriliyandari mengaku prihatin fenomena kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak di kota Surabaya menunjukkan trend kenaikan terutama setelah adanya pandemi selama 2 tahun ke belakang.
Data P2TP2A DP3APPKB menunjukkan bahwa pada tahun 2020 terdapat kasus kekerasan pada perempuan dan anak sebanyak 116 kasus, tahun 2021 sebanyak 138 kasus, sedangkan di tahun 2022 sampai dengan bulan September kemarin sudah ada 152 kasus. Mulai dari kasus KDRT, kekerasan fisik, seksual, psikis, penelantaran ekonomi, trafficking, anak berhadapan dengan hukum karena napza, pencurian, pengeroyokan, penjambretan, pemerkosaan, pencabulan, perampokan, penipuan, persetubuhan dan lain sebagainya. (ian)
Tinggalkan Balasan