
Jakarta (Trigger.id) – Kosmetik ilegal kembali menjadi sorotan setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkap dua modus baru penyebarannya di Indonesia. Dengan memanfaatkan media sosial dan platform daring, para pelaku berhasil mengelabui konsumen dengan produk-produk yang tampak meyakinkan, namun sejatinya berbahaya bagi kesehatan.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (21/2/2025), mengungkapkan bahwa kosmetik ilegal ini didistribusikan dengan dua metode utama. Modus pertama adalah pemalsuan nomor izin edar. “Ada produk yang tertulis nomor izin edar, tetapi bukan yang dikeluarkan BPOM. Bukan pabrik tersebut yang membuat, tetapi pabrik lain yang meniru produk kosmetiknya, lalu didistribusikan secara massal,” ungkapnya.
Sementara itu, modus kedua lebih halus dan sulit dideteksi oleh masyarakat awam. Produk-produk kosmetik ini menggunakan etiket biru yang diklaim sebagai jaminan legalitas. “Padahal, mereka memakai tanpa izin edar (TIE), ini bagian dari cara mengelabui konsumen,” tambah Taruna.
Lonjakan Kosmetik Ilegal: Kota Yogyakarta Jadi Pusat Peredaran
Dari hasil intensifikasi pengawasan BPOM pada 10 hingga 18 Februari 2025, Kota Yogyakarta menjadi wilayah dengan nilai temuan kosmetik ilegal tertinggi, mencapai Rp11,2 miliar. Disusul oleh Jakarta dengan Rp10,3 miliar, Bogor Rp4,8 miliar, Palembang Rp1,7 miliar, dan Makassar Rp1,3 miliar.
Secara keseluruhan, BPOM mengidentifikasi 91 merek kosmetik ilegal, dengan total 205.133 produk, yang bernilai ekonomi lebih dari Rp31,7 miliar. Dari jumlah tersebut, 79,9 persen tidak memiliki izin edar, 17,4 persen mengandung bahan berbahaya, dan sebagian kecil berupa produk injeksi kecantikan serta produk kedaluwarsa.
Dampak Bahaya bagi Konsumen
Kosmetik ilegal bukan sekadar persoalan regulasi, tetapi juga ancaman bagi kesehatan masyarakat. Produk-produk ini sering kali mengandung bahan berbahaya seperti merkuri, hidrokuinon, dan pewarna tekstil yang dapat menyebabkan iritasi, alergi, hingga risiko kanker kulit dalam jangka panjang.
“Banyak konsumen tergiur dengan harga murah dan klaim hasil instan, tanpa menyadari bahaya yang mengintai. Kami mendorong masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam memilih produk kecantikan,” tegas Taruna.
Penindakan dan Langkah Preventif
BPOM memastikan bahwa pihaknya terus berupaya menindak peredaran kosmetik ilegal dengan bekerja sama dengan kepolisian dan berbagai pihak terkait. Empat kasus di Bogor, Makassar, Manado, dan Rejang Lebong akan diproses secara projusticia karena memiliki indikasi pidana. Sementara kasus lainnya dikenakan sanksi administratif berupa penarikan produk, pemusnahan, pencabutan izin edar, serta penghentian sementara kegiatan produksi.
“Kami terus memantau media sosial dan platform e-commerce, meskipun ada keterbatasan anggaran. Upaya ini tetap menjadi prioritas karena menyangkut kesehatan masyarakat,” ujarnya.
Sebagai langkah preventif, BPOM mengimbau masyarakat untuk selalu mengecek legalitas produk kecantikan melalui aplikasi BPOM Mobile atau situs resmi BPOM. Selain itu, diharapkan ada peningkatan kesadaran konsumen untuk tidak mudah tergiur oleh produk murah dengan hasil instan.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa di era digital, kosmetik ilegal semakin mudah beredar dengan cara yang semakin canggih. Oleh karena itu, selain peran BPOM dan aparat hukum, kesadaran konsumen dalam memilih produk kecantikan yang aman juga menjadi benteng utama dalam mencegah dampak buruk dari kosmetik berbahaya.
Masyarakat diharapkan semakin cerdas dan berhati-hati dalam memilih produk kecantikan. Jangan sampai keinginan untuk tampil cantik justru berujung pada risiko kesehatan yang serius. (ian)
Tinggalkan Balasan