Salahsatu buah dari puasa Ramadhan yang kita lakukan beberapa waktu lalu adalah agar kita menjadi orang bertaqwa.
Cermati kenapa ada kata agar. Maksudnya puasa adalah sebuah proses dan jalan bagi kita menuju ketaqwaan. Taqwa dapat kita raih ketika puasa yang kita lakukan tak hanya sesuai dengan kaidah fiqh, namun juga mengandung dimensi sosial (ketaqwaan sosial).
Dengan puasa hati kita menjadi lemah lembut, santun dalam bertindak, pemurah, gemar berbagi dan semangat memaafkan. Inilah taqwa dalam dimensi sosial yang harus melekat pada pribadi muttaqin.
Allah telah memberikan petunjuk standar ketaqwaan sosial bagi kita, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Ali Imran ayat u134:
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ
Artinya: (yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan. (Ali Imran: 134)
Perhatikan ada kalimat “memaafkan orang lain”, ini mengandung maksud bahwa memaafkan itu sebuah perilaku mulia di mata Allah Swt.
Maafkanlah orang lain agar Allah memaafkan kita. Artinya, ketika kita gemar memaafkan kesalahan orang lain maka Allah akan memaafkan kita.
Sebagai manusia rasanya wajar jika kita terkadang sulit memberikan maaf atas kesalahan orang lain terhadap kita. Begitu juga dengan Rasulullah Saw yang merasa sangat kecewa dan marah atas terbunuhnya Sayyidina Hamzah Ra., yang tidak lain adalah pamannya sendiri. Sampai-sampai Rasulullah berkata nyawa Hamzah Ra., harus dibayar dengan nyawa 17 orang kafir dan itu baru setimpal.
Disinilah lalu Allah Swt menegur Rasulullah Saw., bahwa nyawa Hamzah tidak bisa diganti dengan nyawa 17 orang dan hal tersebut tidak seimbang alias berlebihan.
Kita harus berusaha menghilangkan dendam atas perbuatan dan kesalahan orang lain. Kesalahan orang lain tak perlu kita tuntut sampai di akhirat. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya:; “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nuur: 22).
Pelajaran penting yang bisa dipetik dari ayat di atas tentang memaafkan:
- Memaafkan orang lain adalah sebab Allah memberikan ampunan kepada kita.
- Wajibnya memberikan maaf ketika ada yang mau bertaubat dan memperbaiki diri.
- Kejelekan tidaklah dibalas dengan kejelekan, balaslah kejelekan dengan kebaikan.
- Berikanlah maaf kepada orang yang berbuat jelek kepada kita.
—000—
Tinggalkan Balasan