
“Gambaran penghambaan manusia di hadapan Allah, bisa kita buka jejak perjalanan hidup Nabi Musa AS di Al Quran surat Al Qasas juga beberapa ayat lainnya di Al Quran.”
Oleh: Ustadz Salim A. Fillah (Pengasuh Majelis Jejak Nabi di Masjid Jogokariyan Yogyakarta)

Mengemis di langit ini kalimat kiasan yang menginsyaratkan tentang ketidakberdayaan kita di hadapan Allah. Semakin kita mengemis di depan Allah dan semakin kita menghinakan diri kita di hadapannya, semakin mulia hidup kita di bumi ini.
Semakin kita merasa bodoh di hadapan Allah semakin semangat kita untuk terus mencari ilmu-ilmu Allah, semakin kita merasa berdosa di hadapan Allah maka semakin kita memiliki peluang untuk diampuninya dosa-dosa kita.
Imam An Nawawi Rohimallah menerangkan hadits Nabi Muhammad SAW. “أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى” (Aku sesuai persangkaan hamba pada-Ku). Hadits ini jangan dimaknai seperti pemahaman kaum Qodariyah yang menyatakan, sesungguhnya prasangka Allah tersebut sesuai dengan kehendak kita. Kita berprasangka apapun Allah akan sesuai dengan prasangka-prasangka kita.
Imam An Nawawi menjelaskan, makna hadits tersebut seperti ini, “barang siapa yang merasa lemah di hadapan Allah dan yakin Allah itu Maha Kuat, maka Allah akan memberikan kekuatan kepadanya, barang siapa yang merasa dirinya miskin atau fakir di hadapan Allah dan yakin Allah itu Maha Kaya, maka Allah akan mencukupinya. Barang siapa yang merasa dirinya hina di hadapan Allah dan yakin Allah Maha Mulia, maka Allah akan memuliakannya, dan barang siapa merasa dirinya berdosa dan yakin Allah Maha Pengampun, maka niscaya Allah akan mengampuninya”.
Itulah makna hadits menurut Imam An Nawawi dan sebagian besar ulama, bahwa kita kita merasa lemah, merasa hina, merasa miskin, merasa bodoh di hadapan Allah, maka Allah akan menguatkan kita, memuliakan kita, memberi kecukupan rezeki kita, serta mencerdaskan kita dalam mencari ilmu.
Gambaran penghambaan manusia di hadapan Allah, bisa kita buka jejak perjalanan hidup Nabi Musa AS di Al Quran surat Al Qasas juga beberapa ayat lainnya di Al Quran.
Musa AS adalah Nabi yang namanya paling banyak disebut di Al Quran. Dan kenapa seperti itu?. Karena jejak hidup Nabi Musa ini banyak menjadi pelecut semangat kita sebagai umat Muhammad SAW. Bagaimana kebenaran tersebut ditegakkan dalam kondisi yang tidak mudah.
Jika dibandingkan dengan Rasulullah Muhammad SAW, Nabi Musa memiliki kelemahan yang justru menjadi keistimewaannya. Jika Rasulullah SAW adalah manusia paling sempurna memang benar adanya. Fisiknya sempurna, cara berbicaranya sempurna karena Muhammad memiliki bahasa Arab yang paling bagus.
Bandingkan dengan Nabi Musa. Untuk berbicara saja Nabi Musa mengalami kesulitan. Sampai-sampai Firaun saat itu mengejek Musa dengan kalimat, “memangnya Tuhanmu tidak punya orang lain untuk mengutusnya berdakwa. Koq mengutus kamu (Musa) yang kalau berbicara saja sulit”.
Jika Rasulullah SAW sangat sempurnya dalam rekam jejaknya (track recordnya) dan bahkan mendapat gelar Al Amin atau orang yang bisa dipercaya, tidak pernah bohong, tidak pernah ingkar dan seterusnya. Bandingkan dengan Musa AS. Ketika Allah mengutus Musa untuk berdakwa kembali ke Mesir, maka Musa berkata Ya Allah aku pernah berdosa kepada orang Mesir karena pernah membunuh orang di sana, sekarang Engkau mengutus aku kembali ke Mesir, jangan-jangan aku akan dibunuh nanti disana.
Berikutnya, jika Rasulullah memiliki sahabat-sahabat terbaik. Mulai Abubakar Assidiq, Umar Bin Khattab, Utsman Bin Affan, Ali Bin Abi Thalib dan banyak sahabat-sahabat terbaik lainnya. Bandingkan dengan Nabi Musa AS dengan kaum Bani Israilnya, dengan tongkat bisa menjadi ular, dengan tangan yang bercahaya, dengan negeri Mesir yang berulang kali ditimpa bencana lalu didoakan Nabi Musa untuk menjadi negeri yang tenang, Firaun ditenggelamkan dan seterusnya.
Sudah begitu banyaknya Nabi Musa menolong kaum Bani Israil. Namun mereka tetap menghina dan tidak mau menerima Musa sebagai utusan Allah. Mereka berkata, wahai Musa kami tidak terima jika makanannya hanya satu, mintakan Tuhanmu makanan untuk kami, dan berdoalah kepada Tuhanmu agar bisa memenuhi keinginan kami.
Ketika Musa mengajak kaumnya untuk berperang untuk sebuah negeri yang dijanjikan kepada mereka, tetapi kaum Bani Israil malah berkata, wahai Musa pergilah bedua dengan tuhanmu untuk berperang, kami hanya akan duduk-duduk disini menunggumu.
Dari penggalan cerita-cerita tadi, menunjukkan kepada kita bahwa Musa AS. memiliki batin yang kokoh. Musa pernah berlari dari Mesir begitu jauh sampai ke negeri Madian, dan dalam kondisi lelah, lapar dan haus yang begitu memuncak, Nabi Musa melihat sekelompok orang memberikan minum kepada ternak-ternak mereka, sementara di tempat yang sama ada dua orang gadis yang menahan-nahan ternaknya untuk tidak ikut minum.
Nabi Musa bertanya kenapa anda berbuat seperti itu, bukankah ternakmu juga kehausan. Perempuan tadi menjawab, kami punya orang tua yang usianya sudah sangat tua, kami hanya ingin menjaga kehormatan kami untuk tidak bercampur dengan orang-orang lain yang juga mengembalakan ternaknya. Biarkan ternak mereka puas meminum, barulah ternak kami. Mendengar hal tersebut, Musa berkata biarkan saya yang memberikan minum untuk ternak kalian. Lalu Musa menyingkirkan sebuah batu besar yang akhirnya keluarlah sumber air deras di balik tersebut.
Belum sempat menngucapkan terima kasih, kedua perempuan tadi langsung pergi. Nabi Musa terduduk di bawah pohon lalu menengadahkan tangan berdoa dan memohon (mengemis) kepada Allah. Mengemisnya di langit bermanisnya di bumi.
Apa manisnya untuk Musa?. Nanti kedua gadis tadi melaporkan kepada ayahnya, bahwa ada orang yang sangat pantas dipilih sebagai pengembala yang kuat dan tangguh. Apakah kuatnya Musa karena menonjok orang langsung orang tersebut mati, atau yang kuatnya Musa lari begitu jauh dari Mesir ke Madian, atau mengangkat sebuah batu besar untuk keluarnya mata air.
Menurut para ulama, kuatnya Nabi Musa dan orang disebut kuat itu bukan seperti itu. Nabi Musa dianggap kuat karena disaat ia sangat membutuhkan pertolongan, pada saat yang sama ia masih sanggup menawarkan bantuan ke orang lain. Itulah orang kuat.
Ini sangat berbeda dengan kita. Hanya karena lapar saja, orang baik bisa menjadi jahat, orang baik berubah menjadi jutek, dari yang biasanya baik jadi reseh, dari yang biasanya baik menjadi songong. Kenapa bisa seperti itu?, karena iman kita belum kokoh, iman kita belum kuat.
Nabi Musa tidak pernah mengaharapkan belas kasihan, tidak pernah bergantung kepada orang lain, dan tidak pernah berharap belas kasih dan ucapan terima kasih dari orang yang ditolongnya.
Musa hanya berharap kepada Allah, Musa hanya meminta dan mengemis kepada Allah Dan itulah sesungguhnya orang-orang yang kuat tersebut.
Tinggalkan Balasan