
Gaza (Trigger.id) – Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) melaporkan bahwa lebih dari 50.000 anak Palestina di Gaza telah menjadi korban tewas atau luka sejak 7 Oktober 2023. Laporan ini menggambarkan situasi kemanusiaan yang tragis sebagai bagian dari genosida yang terus berlangsung oleh tentara pendudukan Israel.
Direktur Regional UNICEF untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Edouard Beigbeder, dalam pernyataannya pada Rabu (29/5), menegaskan bahwa serangan terbaru di Gaza mencerminkan “biaya yang sangat mahal” yang harus dibayar oleh anak-anak. Ia menyoroti tragedi yang menimpa keluarga al-Najjar di Khan Yunis, di mana dari sepuluh saudara kandung di bawah usia 12 tahun, hanya satu yang selamat namun mengalami luka serius.
Beigbeder juga menyebutkan serangan udara Israel terhadap sebuah sekolah yang digunakan sebagai tempat pengungsian di Kota Gaza, yang menewaskan sedikitnya 31 orang, termasuk 18 anak-anak.
Sejak berakhirnya jeda kemanusiaan pada 18 Maret lalu, UNICEF mencatat sedikitnya 1.309 anak tewas dan 3.738 lainnya mengalami luka.
“Anak-anak ini bukan sekadar angka. Mereka adalah korban pelanggaran berat—dibunuh, diusir, kelaparan, dan kehilangan akses ke rumah sakit, sekolah, bahkan air bersih. Singkatnya, anak-anak Gaza tengah mengalami kehancuran kehidupan secara menyeluruh,” ujar Beigbeder.
UNICEF mendesak semua pihak untuk menghentikan kekerasan, menjamin akses kemanusiaan, membebaskan para sandera Israel, dan menegakkan hukum internasional. Lembaga ini menekankan bahwa yang paling dibutuhkan anak-anak Gaza saat ini adalah gencatan senjata segera dan penghentian perang.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan keruntuhan total sistem kesehatan di Gaza setelah lebih dari 600 hari konflik. Dari 38 rumah sakit, hanya 16 yang masih beroperasi. Hampir separuh obat-obatan esensial dan 65% alat medis habis stok. Hanya 30 dari 105 pusat layanan primer yang masih berfungsi, sementara tingkat okupansi tempat tidur rumah sakit telah mencapai 106%.
Dari 104 ruang operasi, hanya 50 yang masih dapat digunakan, namun dalam kondisi yang digambarkan sebagai “katastrofik”. Fasilitas diagnostik hampir lumpuh total; 12 dari 19 CT scan dan seluruh tujuh mesin MRI telah hancur. Infrastruktur oksigen nyaris tidak tersedia, dengan 25 dari 34 stasiun rusak dan hanya sembilan yang masih berfungsi sebagian.
Kementerian juga mencatat bahwa 41% pasien gagal ginjal meninggal karena tidak mendapatkan perawatan. Sebanyak 477 pasien yang membutuhkan evakuasi medis meninggal dalam penantian, dan 60 anak wafat akibat kekurangan gizi. Dari 110 generator rumah sakit, hanya 49 yang masih aktif dan seluruhnya membutuhkan perawatan serta pasokan bahan bakar mendesak.
Kementerian memperingatkan bahwa tanpa intervensi segera, jumlah korban, terutama anak-anak, akan terus bertambah. Organisasi kesehatan internasional pun turut menyuarakan keprihatinan, menyatakan bahwa kehancuran sistem kesehatan Gaza adalah akibat langsung dari serangan militer yang terus berlangsung dan blokade yang ketat. (bin)
Tinggalkan Balasan