

Setiap Muslim pasti mendambakan surga sebagai tempat kembali yang abadi dan penuh kenikmatan. Namun, surga bukanlah tempat yang bisa dimasuki begitu saja tanpa usaha dan keimanan yang lurus. Rasulullah SAW, sebagai utusan Allah, telah memberikan banyak petunjuk tentang siapa saja yang layak menjadi penghuni surga. Di antaranya, terdapat sebuah hadis yang menyebut empat ciri utama orang-orang yang beruntung dan termasuk penghuni surga.
Hadis Tentang Empat Ciri Penghuni Surga
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan At-Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda:
“أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ فِي نُورِ اللَّهِ العَظِيمِ، وَكَانَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ: مَنْ كَفَّ لِسَانَهُ، وَعَفَّ فَرْجَهُ، وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ، وَصَلَّى بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ.”
“Empat perkara jika ada pada seseorang, maka ia adalah orang yang beruntung dan penghuni surga: menjaga lisannya, menjaga kehormatannya, memberi makan (orang lain), dan shalat di malam hari saat manusia terlelap.”(HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Hadis ini secara ringkas namun mendalam menggambarkan empat karakter utama yang membawa seseorang menuju surga. Berikut penjelasannya:
1. Menjaga Lisan (Hifzhul Lisan)
Lisan adalah salah satu anggota tubuh yang kecil, tetapi sangat besar dampaknya. Rasulullah SAW banyak memperingatkan tentang bahaya lisan, seperti ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), berdusta, dan mencaci maki.
Orang yang menjaga lisannya berarti mampu mengendalikan ucapan, tidak menyakiti orang lain, dan hanya berkata yang benar atau diam. Ini adalah tanda keimanan yang kuat.
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
2. Menjaga Kehormatan (Hifzhul Farj)
Menjaga kehormatan berarti menjauhi zina, perbuatan maksiat, dan segala sesuatu yang merusak kemuliaan diri. Allah memuji orang-orang yang mampu menjaga kesucian dirinya dalam banyak ayat, di antaranya:
“… dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki…”
(QS. Al-Mu’minun: 5-6)
Dalam era modern yang penuh godaan, menjaga kehormatan diri adalah jihad besar. Mereka yang mampu menahan diri dan tetap dalam batas syariat adalah orang-orang yang mulia dan berpeluang besar meraih surga.
3. Memberi Makan (Ith’amut Tha’am)
Memberi makan kepada orang lain adalah bentuk nyata dari kepedulian sosial dan keikhlasan dalam berbuat baik. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa memberi makan bukan hanya untuk orang miskin, tetapi juga bentuk menjalin silaturahim dan menumbuhkan kasih sayang.
“Wahai manusia! Sebarkanlah salam, berilah makan, sambunglah silaturahmi, dan shalatlah di malam hari saat manusia tidur, niscaya kalian masuk surga dengan selamat.”
(HR. Tirmidzi)
Orang yang dermawan dan peduli kepada sesama memiliki hati yang bersih dan jauh dari sifat egois—sifat penghuni surga.
4. Shalat Malam (Qiyamullail)
Shalat malam adalah ibadah istimewa yang hanya dilakukan oleh hamba-hamba pilihan. Rasulullah SAW tidak pernah meninggalkan qiyamullail dan selalu menganjurkannya kepada para sahabat.
وَمِنَ ٱلَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِۦ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا
“Dan pada sebagian malam hari, bertahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.”
(QS. Al-Isra’: 79)
Shalat malam melatih keikhlasan karena dilakukan saat orang lain tidur. Ia menjadi bukti kecintaan hamba kepada Allah SWT dan kesungguhannya dalam mengejar ridha-Nya.
Keempat ciri yang disebutkan Rasulullah SAW—menjaga lisan, menjaga kehormatan, memberi makan, dan shalat malam—adalah fondasi akhlak dan ibadah yang kuat. Siapa pun yang berusaha mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari, insyaAllah akan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang beruntung dan mendapat tempat di surga.
Surga bukan untuk orang yang sekadar mengaku beriman, tetapi bagi mereka yang membuktikan imannya dengan amal dan akhlak. Semoga kita semua dimudahkan Allah untuk memiliki keempat ciri tersebut dan dikumpulkan bersama penghuni surga kelak. Wallahu a’lam.
—000—
*Akademisi UINSA dan Pengasuh Pesantren Miftahul Ula Surabaya
Tinggalkan Balasan