Jeddah (Trigger.id) – Sepintas, penyelenggaraan haji identik dengan manasik ibadah, persiapan keberangkatan di Asrama Haji, transportasi penerbangan dan bus shalawat, serta hotel, katering, dan layanan kesehatan. Semuanya disiapkan agar stamina jemaah haji terjaga.
Sebagai upaya pelindungan, disiapkan juga tim khusus yang melibatkan unsur TNI/Polri. Di tengah hiruk pikuk itu, ada satu bagian proses penyelenggaraan haji yang besar peran tapi jarang terdengar. Itulah Kantor Urusan Haji (KUH), yang berada di Gedung Teknis Haji, Annex KJRI, Jalan Turki Ibn Abdul Aziz Al Andalus District 1 Jeddah Saudi Arabia. Di sinilah semua urusan persiapan, penyelenggaraan hingga pemulangan jemaah haji digodok dan dijalankan. Kerja para staff di sini tidak jarang melebihi batas jam kerja normal.
KUH menjadi semacam sekretariat bagi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH). Fokus mengurus rumah tangga PPIH, KUH cenderung di belakang layar dalam penyelenggaraan ibadah haji. Meski bergerak dalam senyap, mereka memiliki fungsi yang sangat vital.
Sekretaris PPIH Arab Saudi, M Noer Alya Fitra, mengatakan, pihaknya bertugas memastikan seluruh persiapan yang terkait operasional pelayanan, akomodasi, transportasi, konsumsi dan administrasi, baik untuk jemaah dan petugas haji.
“Kami memastikan seluruh sarana dan prasarana agar penyelenggaraan haji siap dan memberikan dukungan keuangan bagi operasional haji. Kami memastikan seluruh operasional ibadah haji terselenggara dengan baik,” tutur pria yang karib disapa Nafit saat ditemui Media Center Haji (MCH) di Kantor Urusan Haji, Jeddah, Arab Saudi, Sabtu (25/6/2022).
Kantor Penghubung
Dalam mempersiapkan penyelenggaraan ibadah haji, KUH menjadi tempat koordinasi lintas tim penyedia layanan, baik akomodasi, transportasi, maupun katering. Menurut Nafit, tim ini sudah bertugas untuk menyiapkan layanan sebelum operasional penyelenggaraan ibadah haji dimulai.
“Di lingkup sekretariat, kami datang dan memastikan bahwa seluruh yang menjadi komponen layanan sudah disiapkan dengan baik. Contohnya, terkait akomodasi, kita perlu bertemu muassasah terkait layanan konsumsi di Armuzna (Arafah, Muzdalifah dan Mina–RED),” kata Nafit.
Menurut Nafit, masing-masing bidang layanan bakal difasilitasi untuk bertemu pihak terkait oleh sekretariat, termasuk kedatangan petugas. Dari sisi petugas, sekretariat memastikan dukungan operasional untuk petugas terlaksana dengan baik.
“Contohnya, ketika petugas datang, harus ada rumah, makanan, kantor, administrasi pendukung, kartu petugas, surat jalan dan lainnya. Ini kami siapkan untuk mendukung kelancaran pelayanan jemaah haji,” ujar Nafit.
Nafit mengakui, kesekretariatan memang tidak berhubungan langsung dengan jemaah. Tapi, imbuh dia, sekretariat merupakan pusat seluruh data. Adapun data tersebut meliputi akomodasi, konsumsi, transportasi, bimbingan ibadah, perlindungan jemaah, jemaah sakit, jemaah wafat, lalu pergerakan jemaah baik itu dari Makkah, Madinah, dan Jeddah.
“Seluruh data tersebut ada di sekretariat. Nah, penyediaan data tersebut ini memudahkan layanan petugas ketika ingin mengetahui data terkait operasional haji. Kami berada di Jeddah sebagai sentral seluruh data dan layanan untuk operasional haji,” kata pria berperawakan kurus tersebut.
Nafit juga mengisahkan tantangan persiapan ibadah haji 2022. Maklum, selama 2 tahun ini, tidak ada aktivitas haji dikarenakan pandemi Covid-19. Pun demikian, Arab Saudi tidak menyelenggarakan haji dan umrah. Alhasil, banyak hotel dan fasilitas terkait di Arab Saudi yang tidak aktif.
“Ketika tiba-tiba ada penyelenggaraan haji, mereka harus langsung mempersiapkan. Sebelum kontrak, harus dicek bahwa tidak ada masalah. Semisalnya, jika ada hotel yang fasilitasnya rusak, kan butuh waktu untuk perbaikan,” terang Nafit.
Dari sisi konsumsi pun setali tiga uang. Nafit mengatakan, “tukang masak mereka pulang ke negara masing-masing. Alhasil, ketika ada ibadah haji, mereka harus dipanggil kembali. Pemanggilan ini tidak mudah. Pasalnya, mereka berada di negara masing-masing. Itu jadi kendala.”
Tantangan lainnya berupa aplikasi teknologi terkait penginputan data jemaah haji yang disediakan Arab Saudi, alias E-Hajj. Pihaknya mengaku membutuhkan tenaga sistem informasi yang mumpuni untuk mengoperasikan aplikasi penginputan data tersebut. Maklum, seluruh data jemaah mesti diinput, baik kedatangan, pergerakan dan kepulangan.
“Karena itu, kita butuh tenaga yang familiar dengan sistem informasi. Seluruh pergerakan menggunakan teknologi. Sebelum diinput, jemaah tidak bisa bergerak. Jika tidak diinput, perusahaan transportasi enggan mengeluarkan armada,” kata Nafit.
Antisipasi Tragedi Mina 2015
Tahun 2015 merupakan salah satu tahun terkelam dalam penyelenggaraan ibadah haji. Insiden desak-desakan yang terjadi di Mina pada 24 September 2015 ini menelan korban meninggal hingga 769 orang dan melukai 934 jemaah lainnya dari berbagai dunia. Sekretariat PPIH menyiapkan segala sesuatu agar peristiwa itu tak terulang lagi.
Dengan dukungan manajemen, Sekretariat PPIH menyiapkan teknis persiapan penyelenggaraan di Armuzna. Tujuannya supaya jemaah haji bisa merasa nyaman, aman dan tertib ketika menunaikan prosesi wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah hingga melempar jumrah di Mina.
“Pertama, kami koordinasi dengan pemerintah Arab Saudi tentang apa yang mereka sediakan untuk fasilitas di Armuzna. Setelah itu, kami menyusun apa yang mesti kami siapkan agar fasilitas ini mendukung pergerakan jemaah,” terang Nafit.
“Contohnya tahun ini karena kuotanya separuh, maka kapasitas tenda separuh itu sudah nyaman. Jadi, untuk fasilitas tenda, tidak perlu banyak improvisasi. Sudah disediakan pula AC di masing-masing tenda. Tenda di Arafah semipermanen. Ketika Arab Saudi sudah menyiapkan hal itu, kita merasa aman,” sambungnya.
Terkait pergerakan jemaah dari Makkah ke Arafah, Arafah ke Muzdalifah, Muzdalifah ke Mina, imbuh Nafit, pemerintah Arab Saudi sudah menyiapkan jam-jamnya supaya tidak sesak. Jumlah armada bus pun sudah diatur untuk jemaah Indonesia.
“Jadi, informasi itu sudah kita dapatkan awal dari Kementerian Haji dan muassasah. Itu yang kita ramu bagaimana teknis satuan operasional Armuzna bisa berjalan dengan baik, termasuk plotting petugas. Siapa yang mengawal dan mengawasi di maktab dan tenda jemaah, ada yang mengawasi. Bagaimana jemaah aman dan nyaman ketika dikelilingi petugas? Ploting siapa petugas di Muzdalifah dan Mina? Bagaimana selama itu jemaah terlayani dengan baik, dan memantau jemaah,” ujar dia.
Nafit mengatakan pihaknya memastikan penempatan petugas di beberapa titik di Jalur Jamarat untuk melayani jemaah yang tersesat. “Itu yang kita siapkan sekarang, teknik persiapan Armuzna,” kata Nafit.
Rela Tidak Beribadah Haji
Pria Kelahiran Jember itu menceritakan, bahwa pihaknya menyiapkan tim skoci jika seandainya ada kejadian di luar batas skenario manusia. Tim ini ialah mereka yang bekerja dan bertugas tidak melaksanakan ibadah haji.
Alumni Universitas Negeri Jember ini bercerita, bahwa dia mempunya pengalaman, bahwa dirinya sendiri dari delapan kali menjadi petugas haji, hanya dua kali melaksanakan ibadah haji. Hal itu dilakukan pada tahun 2008 saat pertama kali ke tanah suci dan tahun 2012. Selebihnya ia dedikasikan untuk jemaah haji.
“Saya hanya dua kali melaksanakan ibadah haji, dan ini adalah risiko sebagai petugas haji yang harus mengedepankan layanan kepada jemaah,” kata Nafit diruang kerjanya seluas kira 16 menter persegi di lantai 2 Kantor Urusan Haji.
Nafit melanjutkan, bahwa hal demikian bukan hanya dirinya saja, namun ada petugas-petugas lain yang rela tidak berhaji. Namun ada petugas dan tim di bagian perlindungan jemaah, tim penyisir jemaah yang sedianya adalah mereka yang selalu mengutamakan jemaah, agar mereka bisa melaksanakan ibadah haji.
“Jadi yang di kantor sini biasanya jauh dari hiruk pikuk seperti di bandara dan di Makkah sana, dan jika pun ada petugas atau panitia penyelenggara ibadah haji bisa beribadah haji, itu adalah bonus dan panggilan dari-Nya,” pungkas Nafit. (ian)
Tinggalkan Balasan