
Palangka Raya (Trigger.id) — Deru tabuhan gendang berpadu dengan suara ombak dan semilir angin dari Sungai Kahayan mengiringi derap langkah para penari Dayak yang tampil memukau di panggung utama Festival Budaya Isen Mulang 2025. Tahun ini, ada yang istimewa dari gelaran tahunan kebanggaan Kalimantan Tengah itu: lomba tari pesisir Suku Dayak yang membawa penonton pada perjalanan rasa antara adat, laut, dan budaya.
Tari pesisir Dayak mungkin belum setenar tarian pedalaman seperti Tari Giring-giring atau Tari Mandau, tetapi kehadirannya dalam festival tahun ini seolah menjadi pernyataan lantang: bahwa pesisir pun punya jejak budaya yang kaya dan mengakar. Para penari, dengan kostum berhiaskan kerang dan manik-manik laut, membawakan gerakan yang menggambarkan kehidupan masyarakat Dayak yang tinggal di wilayah pesisir — menangkap ikan, menjemur hasil laut, hingga ritual syukur kepada alam.
“Ini adalah bagian dari kekayaan budaya Dayak yang jarang terangkat,” ujar Nurhayati, kurator budaya dari Dewan Kesenian Kalimantan Tengah. “Kami ingin menunjukkan bahwa Dayak itu tidak tunggal. Ada yang tinggal di pedalaman, di perbukitan, dan ada pula yang hidup menyatu dengan laut. Semua memiliki nilai-nilai luhur yang patut dirayakan.”
Lomba ini menghadirkan 12 sanggar dari berbagai kabupaten pesisir, seperti Kotawaringin Barat, Seruyan, dan Kapuas. Masing-masing kelompok tidak hanya menampilkan koreografi, tapi juga narasi budaya, simbolisasi alat tangkap tradisional, hingga iringan musik khas pesisir seperti rebana dan saluang laut yang jarang terdengar di panggung-panggung besar.
Salah satu penampilan yang menyita perhatian datang dari Sanggar Marunting Batu Aji asal Pangkalan Bun. Dengan tata cahaya temaram menyerupai senja di pantai, mereka membawakan tari bertajuk Tundjung Laut, kisah perempuan pesisir yang menunggu suaminya pulang melaut sambil membawa persembahan untuk dewa penjaga lautan.
Suasana festival menjadi ruang temu antara masa lalu dan masa kini. Di tengah deretan stan kuliner dan kerajinan tangan khas Dayak, penonton menyaksikan bagaimana budaya tidak hanya dijaga, tetapi juga terus dikembangkan. Tari pesisir Dayak menjadi jembatan cerita, mempertemukan legenda nenek moyang dengan semangat anak muda yang ingin menghidupkan kembali jati diri mereka.
Festival Budaya Isen Mulang 2025 bukan sekadar panggung hiburan, tetapi cermin dari upaya serius melestarikan mozaik budaya yang mulai terlupakan. Lomba tari pesisir ini menjadi simbol bahwa identitas tidak harus selalu menengok ke hutan belantara — kadang, ia bisa ditemukan di buih ombak dan pasir pesisir Kalimantan.
Dan di sanalah, pada setiap hentakan kaki penari dan gerak lembut tangan yang menyerupai ombak, budaya Dayak pesisir menyampaikan pesannya: bahwa mereka ada, hidup, dan siap bersuara dalam harmoni nusantara. (ian)
Tinggalkan Balasan