
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan….”
Oleh: Muh. Hanafi, SS, M.Sy
Ikhlas adalah salah satu rahasia hati yang tidak akan bisa diketahui siapapun kecuali Allah SWT, bahkan Ikhlas berada pada permulaan amal-amalan hati, sebab diterima berbagai amal tidak akan menjadi sempurna kecuali dengan ikhlas.
Maksud ikhlas disini adalah menghendaki keridhaan Allah dengan suatu amal, membersihkan dari segala noda individual maupun duniawi.
Amal yang kita lakukan akan diterima Allah jika memenuhi dua rukun. Pertama, amal itu harus didasari oleh keikhlasan dan niat yang murni dan hanya mengharap keridhaan Allah SWT. Kedua, amal perbuatan yang kita lakukan itu harus sesuai dengan sunnah Nabi SAW.
Tentang dua syarat tersebut, Allah SWT menerangkannya di sejumlah ayat dalam Alquran. Di antaranya dua ayat ini. “Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh….” (Luqman: 22). “Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan….” (An-Nisa: 125).
Yang dimaksud dengan “menyerahkan diri kepada Allah” di dua ayat di atas adalah mengikhlaskan niat dan amal perbuatan hanya karena Allah semata. Sedangkan yang dimaksud dengan “mengerjakan kebaikan” di dalam ayat itu ialah mengerjakan kebaikan dengan serius dan sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW.
Seseorang bertanya kepadanya, “Apa yang dimaksud dengan amal yang ikhlas dan benar itu?” Fudhail menjawab, “Sesungguhnya amal yang dilandasi keikhlasan tetapi tidak benar, tidak diterima oleh Allah SWT. Sebaliknya, amal yang benar tetapi tidak dilandasi keikhlasan juga tidak diterima oleh Allah SWT.
Amal perbuatan itu baru bisa diterima Allah jika didasari keikhlasan dan dilaksanakan dengan benar. Yang dimaksud ‘ikhlas’ adalah amal perbuatan yang dikerjakan semata-mata karena Allah, dan yang dimaksud ‘benar’ adalah amal perbuatan itu sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.”
Setelah itu Fudhail bin Iyad membacakan surat Al-Kahfi ayat 110, “Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaknya ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.”
Jadi, niat yang ikhlas saja belum menjamin amal kita diterima oleh Allah SWT jika dilakukan tidak sesuai dengan apa yang digariskan syariat. Begitu juga dengan perbuatan mulia, tidak diterima jika dilakukan dengan tujuan tidak mencari keridhaan Allah SWT.
Sumber: Kemenag NTB
Tinggalkan Balasan