Surabaya (trigger.id)-Rasanya belum lama lisan kita mengucapkan “marhaban ya Ramadhan”. Namun faktanya, hari ini kita sudah harus menyiapkan diri untuk ditinggalkan bulan Ramadhan. Sesaat lagi, kita akan segera mengumandangkan takbir, tahlil, dan tahmid saat menyambut hilal bulan Syawal.
Dengan berakhirnya bulan Ramadhan ini, marilah kita merenungkan atau bermuhasabah apakah segala bentuk ibadah kita bisa berpengaruh pada kualitas keimanan dan ketakwaan kita. Sebab sebagaimana kita tahu, disyariatkannya ibadah puasa adalah untuk membentuk kualitas mukmin yang bertakwa.
Apakah takwa itu? Amirul mukminin Khalifah Umar bin Khattab pernah mengatakan tentang hakikat takwa degan ungkapan: “Takwa itu adalah perasaan takut kepada Allah, beramal dengan apa yang datang dari Allah dan Nabi-Nya, merasa cukup dengan apa yang ada dan mempersiapkan diri dalam menghadapi hari akhir.”
Ada empat poin penting dalam perkataan Umar bin Khattab RA ini. Pertama, takwa adalah rasa takut (khauf) kepada Allah. Khauf pada umumnya akan membuat seseorang menjauh atau menghindar dari apa yang ditakutkan, tetapi ada khauf yang justru sebaliknya menjadikan seseorang mendekat terhadap apa yang ia takuti, yang disebut khasyiah. Allah dalam Surat al-Fathir, 28 menyatakan:
“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang takut kepada Allah hanyalah ulama, yaitu orang yang berilmu dan memahami kebesaran dan kekuasaan Allah. Oleh karena itu, peran ilmu sangat penting. Bagaimana dapat merasakan takut kepada Allah SWT, sedangkan dirinya tidak berilmu, tidak mengerti akan keagungan-Nya
Kedua, amal shalih. Mari kita simak kembali firman Allah dalam Surat an-Nahl 97: “Barangsiapa yang beramal shalih, baik dari laki-laki atau perempuan, dan dirinya beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik. dan sesungguhnya akan kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Ayat ini gamblang menyebutkan bahwa siapapun kita, laki atau perempuan, asalkan beriman kepada Allah SWT, maka amal shalih merupakan investasi terpenting. Karena siapapun yang berinvestasi dalam kehidupan dengan amal shalih, maka Allah akan memberikan keuntungan yang tiada tara, yaitu kehidupan yang lebih baik dan pahala di surga.
Apapun yang kita lakukan, baik sebagai pribadi, sebagai bagian dalam keluarga, sebagai bagian dari masyarakat dan negara, maka yang telah diperbuatakan dimintai pertanggungjawaban. Sekali lagi, ini persoalan terkait dengan amal perbuatan manusia ini adalah persoalan serius.
Amal shalih ini membutuhkan keseimbangan dimensi ritual dan sosial. Secara ritual kita memang harus selalu berikhtiar mendekatkan diri kepada Allah melalui berbagai ibadah. Di saat yang sama kita juga wajib peduli kepada sesama dengan melaksanakan zakat dan memperbanyak sedekah.
Ketiga, ridha (rela). Secara harfiah ridha adalah menerima dengan senang hati. Secara istilahi, ridha diartikan sebagai sikap menerima setiap pemberian Allah diiringi dengan konsistensi dalam menjalankan syariat dan menjahui larangan-Nya, baik secara lahir maupun batin.
Dengan ridha, seseorang akan menjalani kehidupan dengan selalu menjaga diri untuk bersyukur dengan tetap berbuat baik dan menghindari maksiat, selalu berprasangka baik, mencari hikmah dari setiap peristiwa yang dihadapi. Semua dilakukan karena dengan mengendalikan hawa nafsu agar tidak terjerumus dan ridha dalam kemungkaran.
Orang-orang seperti inilah yang oleh Allah telah dijelaskan surat At-Taubah ayat 96: “Mereka akan bersumpah kepadamu, agar kamu ridha kepada mereka, tetapi jika sekiranya kamu ridha kepada mereka, sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang yang berbuat fasik.”
Keempat, persiapan menyambut hari akhir. Memang, dalam Islam terdapat ajaran kepada umatnya untuk mengingat masa yang telah lalu. Itu perlu dijalankan agar manusia tidak mengulang kesalahan yang pernah dilakukan. Namun secara seimbang umat Islam juga wajib mempersiapkan masa depan yang lebih baik, terutama di akhirat kelak. Dengan demikian, muslim yang menjalankan ajaran tersebut maka bisa dikatakan adalah muslim visioner karena telah mempersiapkan apa yang bakal dikerjakan di masa depan.
Maka, senyampang masih diberikan kesempatan dan kenikmatan umur, mari kita investasikan diri dengan menanamkan empat modal penting di atas; khauf, amal shalih, ridha dan persiapan menyambut akhir agar menjadi orang bertakwa sebagaimana disebut oleh Khalifah Umar bin Khattab.
Semoga, Allah SWT menerima segala amal kebaikan kita selama bulan Ramadhan, megampuni segala dosa kita dan memberikan kekuatan kita untuk merawat ketakwaan pasca Ramadan. Allahumma aamiin.(kai)
Tinggalkan Balasan