
Flores, NTT (Trigger.id) – Larantuka, sebuah kota kecil di ujung timur Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, kembali menyuguhkan nuansa religius yang kental melalui Tradisi Semana Santa atau Pekan Suci Paskah. Salah satu momen penting dalam rangkaian tradisi ini adalah Rabu Trewa, yang dilaksanakan pada Rabu, 16 April, di Kapela Tuhan Ma, pusat spiritual umat Katolik di kawasan tersebut.
Makna dan Asal Usul Rabu Trewa
“Trewa”, dalam bahasa setempat, berarti bunyi-bunyian atau kegaduhan. Namun, di balik makna literalnya, istilah ini merujuk pada momen reflektif dan sakral. Tradisi ini menandai awal dari Trihari Suci — Kamis Putih, Jumat Agung, dan Sabtu Suci — yang menjadi puncak dari perayaan Paskah.
Rabu Trewa bukanlah pesta kegembiraan, melainkan waktu di mana umat mulai meninggalkan suasana suka cita duniawi dan memasuki fase kontemplatif yang lebih dalam. Kegaduhan yang dimaksud dalam tradisi ini justru merupakan simbol perubahan suasana batin menuju kesunyian dan penyangkalan diri. Dalam praktiknya, lonceng dan kentongan dibunyikan berulang-ulang, menciptakan suasana hening yang penuh makna di tengah bunyi yang menggema.
Persiapan Rohani Menjelang Puncak Pekan Suci
Sebelum memasuki Tradisi Trewa, umat Katolik di Larantuka mengikuti kegiatan mengaji Tuan Mardomu Pintu Tuhan Ma dan Tuhan Ana, yaitu ritual doa dan perenungan yang menjadi bagian dari penghormatan kepada dua arca suci yang diyakini memiliki kekuatan spiritual tinggi dalam iman Katolik lokal. Tuan Ma melambangkan Bunda Maria, sementara Tuan Ana merujuk pada Yesus Kristus.
Kegiatan ini berlangsung secara khusyuk, dengan iringan doa Rosario, lagu-lagu pujian dalam bahasa Latin dan lokal, serta prosesi kecil yang menuntun umat untuk merenungi penderitaan Yesus sebelum penyaliban.
Pembatasan Aktivitas dan Suasana Syahdu Kota Larantuka
Rabu Trewa juga menandai awal pembatasan berbagai aktivitas yang berbau hiburan dan perayaan. Toko-toko mulai menutup lebih awal, musik dihentikan, dan warga menghindari keramaian. Kota Larantuka seolah berubah menjadi ruang kontemplasi besar yang memancarkan aura khidmat.
Suasana ini tidak hanya mencerminkan kesetiaan umat terhadap tradisi turun-temurun, tetapi juga menunjukkan bagaimana nilai-nilai keimanan masih begitu hidup dan dijaga erat oleh masyarakat Flores Timur, khususnya Larantuka.
Warisan Iman dan Budaya
Tradisi Semana Santa di Larantuka, termasuk Rabu Trewa, telah berlangsung selama lebih dari tiga abad, berakar dari pengaruh misionaris Portugis yang datang ke wilayah ini pada abad ke-16. Hingga kini, perayaan ini tak hanya menjadi simbol iman Katolik, tetapi juga kekayaan budaya yang menjadikan Larantuka sebagai destinasi ziarah religius tingkat nasional bahkan internasional.
Rabu Trewa adalah pengingat bahwa dalam iman, ada waktu untuk hening dan merenung; dalam kegaduhan, ada panggilan untuk kembali kepada Tuhan. Tradisi ini adalah warisan berharga yang menjembatani antara spiritualitas dan kearifan lokal. (ian)
Tinggalkan Balasan