

Olimpiade musim panas 2024, akan dihelat di Paris-Perancis. Rencananya akan dimulai pada 26 Juli tahun depan. Pihak tuan rumah telah sibuk mempersiapkan segala keperluan pesta olah raga terbesar sejagat itu. Indonesia juga akan berpartisipasi pada beberapa cabang olah raga (Cabor) yang berpotensi mendulang medali. Uniknya, wabah kutu busuk yang melanda Perancis, dikhawatirkan dapat mengganggu suksesnya penyelenggaraan acara akbar tersebut. Wabah yang tak lazim itu,berpotensi menyebar ke berbagai daerah di negara yang terkenal dengan Menara Eiffelnya. Pasalnya,beberapa modalitas transportasi umum dan gedung bioskop, sudah diinvasi oleh parasit pengisap darah manusia itu. Hotel, apartemen, asrama, dan panti wreda, mengalami nasib yang sama.Bandara Charles deGaullepun, tak luput dari invasinya.
Pemerintah setempat telah menyatakan, tidak seorang pun yang bisa dijamin aman dari gigitannya. Tidak mengherankan, kabinet Presiden Macronsegera mengadakan rapat darurat, membahas merebaknya serangan kutu busuk. Saat ini, persoalan kutu busuk sudah menjadi isu politik yang kontroversial di negara yang menjadi pusat mode duniaitu.
Kutu busuk adalah serangga yang hidup dari mengisap darah manusia atau hewan peliharaan (hematofagus kosmopolit). Ada dua spesies utama yang selalu tergantung dengan lingkungan hidup manusia, yakni Cimexlectulariusdan Cimexhemipterus. Di negara kita, kutu busuk dikenal dengan berbagai sebutan. Misalnya adalah “tinggi” (bahasa Jawa), “kepinding”, atau “tumbila” (bahasa Sunda). Cimex dewasa berwarna coklat kemerahan, berbentuk pipih-oval, dan tidak bersayap. Ukurannya sekitar 4-7 mm (seukuran biji buah apel).Setiap betina dewasa, mampu menghasilkan 200-500 telur seumur hidupnya. Suhu ruangan yang konstan antara 14-27 derajat Celsius, merupakan lingkungan yang paling ideal untuk menetasnya telurCimex. Selanjutnya akan berkembang menjadinimfa (1-3 mm). Setiap pergantian kulit, nimfa memerlukan darah yang dihisap dari inangnya (bisa berlangsung antara 10-20 menit), untuk pertumbuhannya ke tahap berikutnya.
Cimexsensitif/takut terhadap cahaya.Aktivitasnya cenderung pada malam hari atau pada tempat-tempat yang gelap. Persembunyian idealnya adalah seprei, kasur, pegas, rangka tempat tidur, celah kursi, perabot, dan wallpaper. Baunya mudah dikenali karena menimbulkan aroma tak sedap, sebagai akibat sekresi senyawa seperti minyak yang dihasilkan oleh kelenjarnya.
Penyebaran Cimex bisa bersifat aktif dalam jarak dekat (antar ruangan), seperti saat menjangkau inangnya untuk menghisap darah. Bisa juga berupa penyebaran pasif yang bahkan bisa menempuh jarak sangat jauh. Hal itu dapat terjadi karena “diangkut” manusia melalui pakaian, koper, atau properti. Pasca berakhirnya status darurat pandemi Covid-19, insiden serangan kutu busuk meningkat tajam. Tren itu mengikuti menggeliatnya aktivitas pariwisata. Penyebarannya sangat dipengaruhi oleh kepadatan dan pergerakan penduduk,dari suatu tempat/negara ke tempat/negara lain. Inggris dan Maroko, diberitakan sudah merasakan getahnya.
Manifestasi klinis
Dampak gigitan Cimex, jarang sekali sampai menimbulkan fatalitas medis. Cimex cenderung melakukan aktivitasnya pada suasana gelap, saat inangnya (manusia) sedang tidur. Gigitannya tidak menimbulkan rasa sakit, karena air liurnya mengandung senya wayang bersifat anti nyeri (senyawa anestesi). Senyawa lainnya terdiri atas berbagai zat yang dapat menghambat pembekuan darah (anti koagulan), oksida nitrat (memicu pelebaran pembuluh darah kecil/vasodilatasi), dan enzim apirase ( bersifat proteolitik). Semua senyawa tersebut, merupakan zat yang berperan penting pada reaksi hipersensitivitas lokal.
Lesi kulit yang ditimbulkannya, umumnya berupa ruam kemerahan yang terasa menonjol dengan diameter sekitar 5 mm hingga 2 cm. Di bagian sentralnya membentuk semacam kerak atau plentingan yang bisa mengandung darah. Lesi lainnya yang tidak terlalu khas, dapat berupa bintik-bintik kemerahan atau bintul-bintul (urtikaria).Kadang pula bisa menyerupai lesi yang melepuh (bulosa). Semua gambaran lesi tersebut, biasanya dominan terjadi pada area tubuh yang tidak tertutup pakaian. Walaupun jarang, bisa terjadi anemia (kekurangan sel-sel darah merah) pada inangnya. Gatal, mulai dari yang ringan hingga berat, merupakan keluhan yang paling dominan.Bisa juga memicu reaksi anafilaksis/hipersensitivitas yang fatal. Pada umumnya, lesi-lesi tersebut akan sembuh spontan dalam waktu 2-6 minggu.Namun demikian acap kali meninggalkan bekas yang berwarna kehitaman (hiperpigmentasi).Terutama lesi yang diakibatkan infeksi bakteri karena garukan.Dampak gatal, bisa memantik gangguan tidur dan penurunan prestasi kerja seseorang/atlet. Obat-obatan yang terutama bertujuan menekan rasa gatal (antihistamin), dapat menimbulkan rasa kantuk. Hal itu tentunya akan berdampak merugikan bagi seseorang/atlet yang memerlukan konsentrasi tinggi.
Meski hingga saat ini Cimex belum terbukti dapat menularkan mikroba penyebab infeksi, namun riset untuk mengungkapnya, sedang intensif dilakukan para ahli.
Resistensi terhadap insektisida
Selama lebih dari dua dekade, Cimex telah mengalami kebangkitan global yang dramatis. Penyebabnya disinyalir terkait mekanisme evolusi/ mutasi genetik yang memicu terjadinya resistensi terhadap insektisida. Bediocarb, piretroid, organoklorin, dan karbamat, merupakan insektisida yang sebelumnya efektif membasmi Cimex. Tetapi saat ini sudah tidak mempan lagi. Demikian pula terhadap berbagai insektisida lainnya.Kini para ahli sedang berupaya mengembangkan strategi pengelolaan resistensi insektisida dan pengelolaan hama terpadu.
Senyampang belum diketemukannya solusi yang efektif untuk membasmi sarang Cimex, perlu dilakukan beberapa tindakan yang masih bermanfaat. Meski terkesan tidak praktis/efisien, seprei, baju, atau selimut, seharusnya dicuci dengan suhu di atas 60 derajat Celsius. Semua perabotan/properti yang diduga menjadi tempat berkembang biaknya Cimex, perlu dijemur atau dibersihkan. Penyedot debu,masih cukup bermanfaat untuk mengurangi populasi Cimex secara keseluruhan. Baju atau properti yang belum “dihuni”, sebaiknya dimasukkan dalam kantong plastik, karena Cimex tidak mampu menembus lapisan plastik. Di beberapa negara, juga menggunakan “jasa” anjing yang dilatih khususmendeteksi dan mencari bau khas Cimex, atau menggunakan sistem perangkap. Meski demikian, keberhasilan total tidak mungkin bisa tercapai tanpa peran insektisida yang efektif. Hal itu diperlukan sebagai sarana pembasmian terhadap sisa-sisa Cimex yang masih selamat.
Mengukir prestasi pada Olimpiade menjadi dambaan semua atlet. Gangguan sekecil apa pun, termasuk risiko invasi kutu busuk, perlu diwaspadai dan dieliminasi sedini-dininya.
—–o—–
*Penulis:
Staf pengajar senior di:
- Divisi Alergi-Imunologi Klinik – Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo
- Prodi Magister IKESOR (Ilmu Kesehatan Olah Raga) Unair – Surabay
Penulis buku:
- Serial Kajian COVID-19 (sebanyak tiga seri)
- Serba-serbi Obrolan Medis
Tinggalkan Balasan