Jakarta (Trigger.id) – Peneliti Institut Pertanian Bogor {IPB) University Dr drh Supratikno menjelaskan proses pemingsananan hewan (stunning) yang baik bisa dilihat dari faktor jenis sapinya, faktor otaknya, lokasi tempat tembak untuk proses stunning, dan seberapa besar tembakan berdasarkan jenisnya.
Dr drh Supratikno menerangkan hal tersebut dalam Focused Group Discussion (FGD) Stunning dalam Penyembelihan Hewan yang digelar Komisi Fatwa MUI di Aula Buya Hamka, Kantor MUI, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (10/10/2024).
“Selama Ini hanya ada 2 proses stunning yang dapat diterima, pertama dengan tehnik mekanik non penetrative, kedua dengan elektrik head only,” ujarnya.
Selain itu, menurut dia, saat ini ada perubahan standar dari Halal Assurance System (HAS) 23103 menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI) 99003. Standar ini menyatakan aspek seekor sapi dapat diterima bukan lagi berdasarkan retak atau tidaknya tulang, tetapi juga terkait tanda-tanda kehidupan hewan tersebut.
Pratikno menyampaikan dalam forum tersebut bahwa cara agar Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dapat melakukan penyembelihan dengan baik adalah melakukan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang sudah ada. Apabila RPH tidak dapat memenuhi persyaratan SOP dengan baik maka Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dapat mencabut sertifikasinya.
Dalam rapat forum yang berlangsung, Pratikno menegaskan bahwa baik stunning maupun tidak yang terpenting adalah tata penyembelihan yang sesuai syariat, bukan terletak semata pada tekniknya.
“Jadi tidak otomatis yang melakukan stunning menjadi haram dan yang non stunning menjadi halal. Serta kesejahteraan hewan yang harus diperhatikan,” ujar dia. (zam)
Tinggalkan Balasan