
Jakarta (Trigger.id) – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) berencana melelang spektrum frekuensi 1,4 GHz pada 2025 sebagai bagian dari upaya menciptakan konektivitas yang merata dan terjangkau bagi masyarakat. Langkah ini juga bertujuan untuk meningkatkan penetrasi jaringan tetap (fixed broadband) di Indonesia.
Dalam diskusi bertajuk “Lelang Frekuensi, Untuk Siapa?” yang berlangsung di Jakarta pada Senin (24/02), Koordinator Kebijakan Penyelenggaraan Infrastruktur Digital Kemkomdigi, Benny Elian, menjelaskan bahwa spektrum frekuensi ini dilelang guna memastikan layanan internet tetap dapat diakses dengan harga yang lebih terjangkau.
“Kami ingin memastikan fixed broadband dapat tersedia dengan harga lebih murah bagi masyarakat. Ini adalah salah satu alasan utama pita frekuensi 1,4 GHz dilelang,” kata Benny.
Saat ini, pemerintah sedang menyiapkan mekanisme lelang dan telah menjaring minat dari penyelenggara telekomunikasi di Indonesia. Dari sepuluh perusahaan yang beroperasi, tujuh di antaranya telah menyatakan ketertarikannya untuk mengikuti lelang. Frekuensi yang akan dilelang memiliki lebar pita 80 MHz, yang diharapkan dapat menyediakan layanan internet dengan kecepatan hingga 100 Mbps.
Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Sigit Puspito Wigati Jarot, mengingatkan bahwa sebelum lelang dilakukan, pemerintah harus memastikan kepastian regulasi yang membedakan layanan mobile broadband yang sudah ada dengan layanan baru berbasis spektrum 1,4 GHz.
Menurutnya, standar kecepatan dan harga harus ditetapkan secara hati-hati agar tidak terjadi persaingan yang merugikan di antara industri telekomunikasi. “Regulasinya tidak bisa disamakan dengan aturan seluler atau fiber optik. Kemkomdigi harus cermat dalam hal ini,” ujar Sigit.
Selain regulasi, ia juga menyoroti pentingnya model bisnis yang tepat untuk mengoptimalkan pemanfaatan frekuensi ini. Salah satu opsi yang dapat diterapkan adalah model bisnis “community network”, di mana pemerintah daerah turut berperan dalam penyelenggaraan konektivitas internet di wilayahnya. Model ini telah sukses diterapkan di beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Spanyol, memungkinkan pengelolaan jaringan yang lebih sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing.
Dari sisi hukum, Dekan Fakultas Hukum Universitas Mitra Bangsa, Kamilov Sagala, menekankan pentingnya transparansi dalam proses lelang agar tidak terjadi monopoli dan dapat benar-benar menghadirkan konektivitas yang adil bagi masyarakat.
“Frekuensi adalah sumber daya terbatas yang harus dikelola secara adil. Jika tidak, hanya segelintir perusahaan yang akan mendapatkan manfaat,” ungkap Kamilov.
Dengan rencana ini, diharapkan lelang spektrum 1,4 GHz dapat menjadi langkah strategis untuk mempercepat pemerataan akses internet di Indonesia serta memastikan masyarakat mendapatkan layanan dengan harga terjangkau dan kualitas yang optimal. (ian)
Tinggalkan Balasan