

Serabi Notosuman. Sekilas mungkin makanan satu ini terdengar biasa saja, karena di beberapa daerah lain juga ada. Namun kuliner khas Solo satu ini begitu diminati oleh banyak orang dan telah memiliki banyak cabang.
Serabi Notosuman memiliki keunikan tersendiri. Salah satu keunikan tersebut ada pada namanya. Nama Serabi Notosuman menurut ceritanya diambil dari sebuah nama jalan, yaitu Jalan Notosuman yang sekarang sudah berganti menjadi Jalan. Moh. Yamin. Meski tempat itu sudah berubah nama, namun tidak merubah daya tarik Serabi Notosuman yang sudah melegenda sejak puluhan tahun silam.
Di tempat asalnya, yaitu Solo, Serabi Notosuman ternyata memiliki dua tempat yang berbeda, Serabi Notosuman Ny. Lidia dan dan Serabi Notosuman Ny. Handayani.
Serabi Notosuman yang tersohor di seantero Solo dan beberapa kota di Indonesia tersebut pada awalnya dirintis oleh pasangan suami istri, Hoo Geng Hok dan Tan Giok Lan pada tahun 1923.
Tadinya pasangan suami istri ini seringkali menerima pesanan apem dari para tetangganya. Lama-kelamaan kelezatan resep apem dari pasangan suami istri ini semakin populer dan mereka pun mulai mengembangkan resep serabi. Dari resep serabi tradisional inilah bermula cikal bakal Serabi Notosuman yang kini dikenal sebagai salah satu oleh-oleh khas Solo.
Nama Serabi Notosuman sendiri diambil dari nama jalan Notosuman di Solo, yang kini sudah berganti nama menjadi Jl. Muh Yamin. Sejak dirintis oleh Hoo Geng Hok dan Tan Giok Lan, kini kedai Serabi Notosuman sudah diteruskan oleh generasi keempat. Kualitas rasa dan bahan baku tetap diutamakan agar rasa serabinya sama seperti resep turun temurun yang diwariskan oleh sang buyut.
Salah satu rahasia kelezatan Serabi Notosuman adalah penggunaan beras Cendani yang berkualitas dan sengaja ditumbuk sendiri untuk menjaga kualitas rasa, tekstur dan kebersihannya. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan Serabi Notosuman sebenarnya biasa saja. Serabi Notosuman hanya menggunakan tepung beras, pandan, gula, santan, garam dan vanila.
Karena menggunakan bahan-bahan alami tanpa pengawet, tak heran bila Serabi Notosuman ini hanya dapat bertahan selama 24 jam saja. Jadi kita harus bergegas memakannya agar kita bisa memperoleh citarasa khas yang lezat.
Sejak pertama kali dibuat hingga saat ini, Serabi Notosuman tetap konsisten menyiapkan 2 varian rasa saja yakni rasa original dan coklat. Pemilik kedai Serabi Notosuman memang sengaja tidak mengikuti perkembangan zaman dengan menambahkan varian rasa seperti keju, strawberry, pandan atau durian dengan alasan untuk mempertahankan konsistensi rasa original dari resep serabi yang sudah diwariskan.
Sekali waktu, sang generasi penerus pernah mencoba membuat serabi dengan tambahan nangka. Namun ternyata rasa nangka tersebut justru lebih dominan dan malah menutupi rasa khas serabi. Akhirnya pembuatan varian rasa serabi pun urung dilakukan.
Sedangkan untuk urusan pengemasan, Serabi Notosuman memberikan sedikit inovasi dengan menggulung serabi dan membungkusnya menggunakan daun pisang. Serabi Notosuman yang sudah dibungkus daun pisang aromanya akan jadi lebih sedap dan mudah disantap karena tak mengotori tangan sehingga praktis untuk disantap di berbagai acara.
Sebagai makanan khas, Serabi Notosuman menempati posisi penting dalam kehidupan masyarakat di Surakarta. Bahkan bisa dikatakan, tidak ada orang Surakarta yang tidak kenal dengan Serabi Notosuman. Berikut ini ulasan mengenai perkembangan Serabi Notosuman dari generasi ke-1 sampai generasi ke-4. (zam/ian)
Tinggalkan Balasan