
Jakarta (Trigger.id) – Proporsi pekerja sektor informal di Indonesia masih mendominasi pasar tenaga kerja. Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2025, sebanyak 59,4% pekerja di Indonesia berada di sektor informal. Kondisi ini dinilai menjadi hambatan utama bagi cita-cita Indonesia untuk bertransformasi menjadi negara maju.
Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Wisnu, menilai tingginya pekerja informal berkaitan erat dengan kemiskinan struktural. Hal tersebut, menurutnya, mencerminkan belum optimalnya penciptaan lapangan kerja formal yang layak.
“Salah satu pilar penting pengentasan kemiskinan adalah kebijakan ketenagakerjaan yang aktif, yaitu menyediakan pekerjaan yang baik dan layak. Meski tingkat pengangguran terbuka rendah, di bawah 5%, banyak masyarakat bekerja di sektor informal atau underemployment dengan jam kerja tidak memadai,” kata Wisnu, Kamis (30/10).
Dampak PHK dan Pilihan Kerja Terbatas
Wisnu menjelaskan bahwa gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor manufaktur dan jasa turut mendorong tenaga kerja beralih ke sektor informal karena sifatnya yang lebih fleksibel. Selain itu, banyak lulusan sarjana dan pekerja tidak terserap sektor formal dan akhirnya memilih pekerjaan informal yang tidak sesuai dengan bidang keahlian mereka.
Fenomena ini, ungkap Wisnu, ibarat “pelampung” bagi tenaga kerja yang tidak terserap sektor formal. “Ini menunjukkan adanya kemiskinan struktural dan keterbatasan lapangan kerja formal sebagai isu utama,” ujarnya.
Upah Minimum Bukan Isu Utama
Menurut Wisnu, perdebatan mengenai upah minimum bukan faktor utama tingginya pekerja informal. Permasalahan lebih mendasar justru terletak pada rendahnya penyerapan tenaga kerja formal, menurunnya jam kerja penuh, serta maraknya usaha rumah tangga informal.
“Data menunjukkan bahwa 80% lapangan kerja baru dalam periode 2018–2024 berasal dari usaha rumah tangga informal,” jelasnya.
Rekomendasi Kebijakan
Wisnu menekankan perlunya langkah strategis pemerintah untuk menyelesaikan persoalan ini. Beberapa rekomendasi yang ia sampaikan meliputi:
- Mendorong sektor-sektor produktif melalui industrialisasi yang menyerap tenaga kerja besar
- Meningkatkan kualitas tenaga kerja melalui pelatihan dan peningkatan keterampilan
- Memfasilitasi UMKM dan usaha mikro agar naik kelas dan masuk ke sektor formal
Ia menambahkan, pemerintah perlu fokus pada kualitas pekerjaan, bukan hanya jumlahnya. Skema insentif untuk mendorong formalitas usaha dinilai krusial, misalnya dengan memberikan akses pembiayaan, teknologi, pelatihan bisnis, dan insentif fiskal.
Selain itu, Wisnu memperingatkan pentingnya meningkatkan produktivitas tenaga kerja untuk menghindari jebakan skill trap. “Perkuat sistem vokasi, magang, serta link and match antara dunia pendidikan dan industri agar lulusan memiliki kompetensi sesuai kebutuhan pasar,” pungkasnya. (bin)
Sumber: UGM



Tinggalkan Balasan