
Jakarta (Trigger.id) — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami waktu pertemuan antara mantan Bendahara Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Muhammad Tauhid Hamdi, dengan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan penyidik ingin memastikan apakah pertemuan tersebut berlangsung sebelum atau sesudah terbitnya Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 terkait penambahan kuota haji.
“Kalau pertemuan terjadi sebelum SK terbit, bisa saja kami menduga ada pembicaraan mengenai penerbitan keputusan tersebut. Namun bila setelahnya, fokusnya pada aliran uang atau kepentingan lain yang dibicarakan,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/9) malam.
Menurut Asep, kecil kemungkinan pertemuan tersebut berlangsung tanpa adanya pembahasan penting. “Masa bertemu diam-diam tanpa pembicaraan? Yang perlu kami dalami adalah apa isi pembicaraannya,” tambahnya.
Tauhid Hamdi, usai diperiksa KPK, mengaku dicecar 11 pertanyaan terkait pertemuannya dengan Yaqut. Ia menyebut salah satu topik yang dibahas adalah kebijakan pembagian kuota haji tambahan.
KPK sendiri telah menetapkan kasus dugaan korupsi kuota haji 2023–2024 sebagai penyidikan sejak 9 Agustus 2025, setelah sebelumnya memeriksa Yaqut pada 7 Agustus. Lembaga antirasuah juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung potensi kerugian negara, yang dalam temuan awal diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Selain itu, KPK menduga sekitar 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji ikut terlibat dalam perkara ini. Mantan Menag Yaqut menjadi salah satu dari tiga pihak yang dicegah bepergian ke luar negeri sejak pertengahan Agustus 2025.
Di sisi lain, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan ibadah haji 2024. Salah satu sorotan adalah kebijakan Kementerian Agama yang membagi tambahan 20 ribu kuota haji dengan komposisi 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus. Skema ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, yang mengatur porsi haji khusus hanya sebesar 8 persen dari total kuota nasional. (bin)
Sumber: Antara
Tinggalkan Balasan