Oleh: Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.
Di antara pembahasan yang sangat menarik seputar bulan Ramadhan adalah adanya salah satu malam yang lebih baik dan lebih mulia dari seribu bulan, yaitu Lailatul Qadar.
Ia merupakan malam yang ada di antara malam-malam selama Ramadhan, dan juga dikenal dengan malam kemuliaan dan keutamaan (lailatusy syaraf wal fadhl).
Pada malam yang satu ini, Allah swt mengutus para malaikat untuk turun ke langit dunia dengan membawa tugas masing-masing. Di antara mereka ada yang bertugas mencatat rezeki, ada yang bertugas mencatat ajal, ada yang mencatat jodoh, dan ada yang mencatat kebaikan dan keburukan manusia selama satu tahun, terhitung sejak malam Lailatul Qadar hingga datangnya Lailatul Qadar selanjutnya.
Selain itu, kemuliaan dan keagungan malam yang satu ini tidak lepas dari diturunkannya Al-Qur’an yang sangat mulia nan agung, sebagai mukjizat Rasulullah yang paling agung, dan sumber hidayah bagi umat-umatnya. Malam Lailatul Qadar bertepatan dengan malam diturunkannya Al-Qur’an dari Lauhul Mahfudz oleh Allah ‘azza wa jalla secara menyeluruh ke langit dunia, kemudian diturunkan kepada Nabi Muhammad oleh malaikat Jibril secara berangsur-angsur, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Islam saat itu.
Dengan demikian, malam yang satu ini tentu sangat mulia dan tidak heran jika kemuliaannya melebihi seribu bulan. Oleh karenanya, orang-orang yang bisa menjumpai malam yang satu ini tentu sangat beruntung. Sebab, saat itu semua pahala amal kebaikan nilainya berlipat-lipat dan tidak bisa ditemukan pada malam-malam lainnya.
Kemuliaan dan keagungan Lailatul Qadar diabadikan oleh Allah dalam satu surat Al-Qur’an secara khusus, tanpa bercampuran dengan ayat-ayat lainnya, yaitu:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)
Artinya, “Sungguh Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam qadar. (1) Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? (2) Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. (3) Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. (4) Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar.” (QS Al-Qadr: 1-5).
Selain dalam Al-Qur’an, Rasulullah juga menguak dan menjelaskan keutamaan dan kemuliaan malam yang satu ini. Dalam sebuah hadits hadits disebutkan,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya, “Barang siapa beribadah pada malam Lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala (dari Allah), maka diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu”. (HR Al-Bukhari).
Dengan dua dalil di atas, setidaknya sudah bisa disimpulkan perihal keutamaan dan keumiliaan Lailtul Qadar. Ia merupakan satu-satunya malam dalam satu tahun yang benar-benar harus dijaga oleh umat Islam.
Pada malam yang satu ini, kita harus berusaha untuk meraih dan mengambil keuntungan, pemberian dan anugerah yang dilipatgandakan oleh Allah di dalamnya.
Kendati demikian, malam yang satu ini ternyata hanyalah malam special yang hanya dikhususkan bagi umat Nabi Muhammad. Umat-umat para nabi sebelumnya tidak pernah merasakan kemuliaan Lailatul Qadar.
Bagaimana penjelasannya? Simak penjelasan berikut:
Malam Spesial bagi Umat Nabi Muhammad
Imam Malik bin Anas (pendiri mazhab Malikiah, wafat 179 H) dalam salah satu kitab haditsnya meriwayatkan salah satu hadits, bahwa suatu saat Rasulullah melihat umur umat-umat terdahulu, saat itu ia melihat bahwa umur mereka jauh melebih umat-umatnya. Tentunya, amal ibadah yang mereka lakukan juga lebih banyak dari umatnya. Hanya saja, di saat yang bersamaan Allah memberinya keitimewaan berupa Lailatul Qadar:
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ أُرِيَ أَعْمَارَ النَّاسِ قَبْلَهُ أَوْ مَا شَاءَ اللَّهُ مِنْ ذَلِكَ فَكَأَنَّهُ تَقَاصَرَ أَعْمَارَ أُمَّتِهِ أَنْ لَا يَبْلُغُوا مِنْ الْعَمَلِ مِثْلَ الَّذِي بَلَغَ غَيْرُهُمْ فِي طُولِ الْعُمْرِ فَأَعْطَاهُ اللَّهُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
Artinya, “Sungguh telah diperlihatkan kepada Rasulullah umur-umur umat (para nabi) sebelumnya, atau (diperlihatkan) apa yang dikehendaki oleh Allah dari semua itu. (Melihat itu) seolah Rasulullah pesimis bahwa usia umat-umatnya tidak akan mampu untuk mencapai amal ibadah yang dilakukan umat-umat tersebut. Kemudian Allah memberi Nabi Muhammad (dan umatnya) malam Lailatul Qadar yang lebih utama dari seribu bulan.” (Imam Malik, al-Muwattha’ libni Malik, [Muassasah ar-Risalah: 2004, tahqiq: Syekh Musthafa al-A’dzami], juz III, halaman 462).
Berdasarkan hadits di atas, Syekh Abu Muhammad Badruddin al-‘Aini (wafat 855 H) dalam salah satu kitab haditsnya mengutip salah satu pendapat bahwa Lailatul Qadar adalah pemberian dan anugerah khusus dari Allah yang hanya diberikan kepada umat Nabi Muhammad. Dalam kitabnya disebutkan:
إِنَّ لَيْلَةَ الْقَدْرِ خَاصَةٌ بِهَذِهِ الْأُمَّةِ وَلَمْ تَكُنْ فِيْ الْأُمَمِ قَبْلَهُمْ
Artinya, “Sungguh malam Lailatul Qadar hanya khusus bagi umat ini (umat Nabi Muhammad), dan tidak ditemukan dalam umat sebelumnya,” (Syekh al-‘Aini, Umdatul Qari Syarah Shahihil Bukhari, [Darul Ihya’ at-Turats: 2006], juz XVII, halaman 168).
Dengan demikian, sudah seharusnya malam yang satu ini benar-benar dijaga oleh semua umat Islam, setidaknya bisa lebih meningkatkan semangat dan antusias yang tinggi dalam beribadah.
Sebab, pada malam yang mulia ini, nilai-nilai ibadah dilipatgandakan oleh Allah tanpa terkecuali. Tentunya, semua itu tidak lain agar ibadah umat akhir zaman ini bisa menandingi nilai ibadah umat-umat terdahulu yang hidup selama ratusan tahun.
Sumber: nu.or.id
Tinggalkan Balasan