

Selat Hormuz, sempit namun strategis—hanya sekitar 39 km pada titik tersempit antara Iran dan Oman—menyambungkan Teluk Persia dengan Laut Oman dan Samudra Hindia (euronews.com/business). Meskipun kecil secara geografis, perannya sangat besar: sekitar 20 juta barel minyak per hari atau setara 20% dari konsumsi minyak global mengalir lewat jalur ini pada tahun 2024 . Volume LNG yang melewati selat ini juga mencapai angka serupa.
Karena inilah, setiap ancaman dari Iran—yang mengancam menutup selat—secara otomatis menjadi sinyal bahaya global. Menutup Selat Hormuz tidak hanya mendorong harga minyak naik tajam (ke kisaran USD 100–150 per barel dalam beberapa skenario) , tetapi juga mengganggu rantai pasokan energi, menyuntikkan tekanan inflasi ke seluruh dunia.
Perspektif Para Ahli dan Pengamat Energi
- Homayoun Falakshahi, analis crude oil di Kpler, memperingatkan bahwa “Closing the Strait of Hormuz would send oil prices massively higher — at least at first”, bahkan mencapai USD 120–130 per barel.
- Professor Guido Cozzi dari University of St. Gallen menyatakan, “A potential Iranian blockade of the Strait of Hormuz would send shockwaves through the global economy”.
- Mohammad Ali Shabani, pengamat Iran, menyebut bahwa Iran memiliki “capacity to cause a shock in oil markets, drive up oil prices, drive inflation, collapse Trump’s economic agenda” .
- Dr. Laxman Kumar Behera, akademisi dari JNU, menyampaikan bahwa “Blocking of Strait of Hormuz will impact India’s energy procurement” karena hampir 30 % minyak dunia serta sepertiga LNG mengalir lewat selat ini
- Captain D K Sharma (purn.), eks jubir Angkatan Laut India, mengamati bahwa “Any disruption in shipping traffic could impact insurance premiums, causing costlier rerouting of oil shipments” .
Geografi Alat Tekan — dan Pisau Bermata Ganda
Iran mengendalikan sisi utara selat dan didukung strategi anti-access/area-denial yang kuat: dari patroli cepat, ranjau laut, rudal pantai hingga drone laut kecil—semua bisa dipakai untuk menutup alur kapal, bahkan jika hanya sejenak. Namun ini justru pisau bermata dua:
- Menaikkan harga minyak secara drastis – memberikan tekanan inflasi global, mengancam stabilitas ekonomi dunia .
- Menyakiti ekonomi Iran sendiri, karena ekspornya juga lumpuh; fasilitas alternatif seperti pelabuhan Jask belum mampu menggantikan volume pengeluaran besar melalui Hormuz.
Para analis memperkirakan bahwa jika selat benar-benar ditutup, intervensi besar kemungkinan dari komunitas internasional—termasuk Armada AS—akan segera menghentikan aksi tersebut, menjadikannya hanya gangguan temporer.
Selat Hormuz bukan sekadar jalur laut. Ia adalah nadi vital energi dunia, kunci dalam mekanisme pertahanan ekonomi global. Lokasinya yang sangat strategis, kapasitas ekspor yang masif, dan kontrol Iran terhadap sisi utara menjadikannya leverage politik sekaligus ancaman besar jika dimanfaatkan secara drastis.
Namun tekanan seperti ini juga dapat memicu kembali dinamika global—intervensi cepat dan diplomasi intens untuk menjaga alur tetap terbuka. Untuk saat ini, Selat Hormuz tetap terjaga fungsinya, meski rentan terhadap ketegangan geopolitik yang terus berulang.
Dunia menyaksikan Selat Hormuz sebagai ujung tombak geopolitik energi. Masyarakat, negara-negara konsumen, dan pelaku industri harus mencermati tak hanya laju kapal pengangkut, tapi juga dinamika politik di Teluk Persia. Karena ketika triase energi atau perang asimetris terjadi di sana, dampaknya bisa terasa di pom bensin, pabrik, hingga dompet kita sehari-hari.
—000—
*Pemimpin Redaksi Trigger.id
Tinggalkan Balasan