Dalam konteks kepemimpinan, rasa malu adalah bagian penting dari akhlak dan integritas. Seorang pemimpin yang telah “memutus urat malunya” dapat melakukan tindakan yang merugikan banyak pihak, bahkan jika tindakan tersebut jelas-jelas melanggar norma sosial atau agama.
Namun ketika seorang pemimpin, kehilangan rasa malu, maka ia cenderung melakukan apapun tanpa mempertimbangkan moralitas, etika, atau dampaknya terhadap orang lain.
Bahaya dari hilangnya rasa malu terutama pada pemimpin adalah ia mungkin tidak lagi peduli dengan reputasi yang dibangun, kepercayaan publik, atau keadilan. Ia mungkin saja akan berbohong, melakukan praktik-praktik korupsi, atau menyalahgunakan kekuasaan tanpa merasa bersalah.
Tanpa rasa malu, seorang pemimpin bisa melakukan tindakan sewenang-wenang dan tidak bertanggung jawab, yang pada akhirnya bisa merusak tatanan sosial dan menimbulkan ketidakpercayaan di masyarakat.
Dalam Islam, rasa malu adalah bagian dari iman. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya di antara yang didapati manusia dari ucapan para nabi terdahulu adalah: Jika kamu tidak malu, berbuatlah sesukamu.” (HR. Bukhari).
Hadits ini menunjukkan betapa pentingnya rasa malu sebagai benteng moral yang mencegah seseorang dari perilaku buruk. Bagi seorang pemimpin, rasa malu adalah penuntun yang membantu menjaga keadilan, kebenaran, dan kemaslahatan umum.
Beberapa pemimpin dunia yang jatuh dari kekuasaannya karena tindakan-tindakan yang menunjukkan hilangnya rasa malu, termasuk korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, atau skandal moral, antara lain:
- Nicolás Maduro (Venezuela): Meskipun masih berkuasa, kepemimpinan Maduro di Venezuela mengalami tantangan besar karena dugaan korupsi, krisis ekonomi yang parah, dan penindasan terhadap oposisi. Uni Eropa (EU) menolak legitimasi Presiden Venezuela Nicolas Maduro, seperti disampaikan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell. Selain itu, banyak yang menilai bahwa dia kehilangan legitimasi dan rasa malu dalam mempertahankan kekuasaan meski rakyat menderita.
- Hosni Mubarak (Mesir): Mubarak memimpin Mesir selama hampir 30 tahun sebelum jatuh dari kekuasaan pada tahun 2011 akibat Revolusi Mesir. Selama pemerintahannya, Mubarak dituduh melakukan korupsi besar-besaran dan pelanggaran hak asasi manusia, dan pada akhirnya, gerakan rakyat yang muak dengan rezimnya berhasil menggulingkannya.
- Suharto (Indonesia): Suharto, yang memerintah Indonesia selama lebih dari 30 tahun, akhirnya jatuh juga pada tahun 1998. Kegagalannya dalam menangani krisis ekonomi Indonesia, ditambah dengan dugaan korupsi besar-besaran, nepotisme, dan pelanggaran hak asasi manusia, menunjukkan bahwa Suharto kehilangan rasa malu dan bertanggung jawab sebagai seorang pemimpin.
- Muammar Gaddafi (Libya): Gaddafi memerintah Libya selama lebih dari 40 tahun sebelum terguling dan dibunuh pada tahun 2011 selama Perang Saudara Libya. Selama bertahun-tahun, Gaddafi terkenal sebagai pemimpin yang otoriter, dengan berbagai tindakan brutal terhadap rakyatnya sendiri dan gaya hidup mewah yang kontras dengan penderitaan rakyat Libya.
- Ferdinand Marcos (Filipina): Marcos memerintah Filipina dengan tangan besi selama lebih dari dua dekade sebelum digulingkan oleh Revolusi Kekuatan Rakyat pada tahun 1986. Selama masa pemerintahannya, Marcos dan istrinya, Imelda Marcos, terkenal karena korupsi besar-besaran, penggelapan dana negara, dan gaya hidup mewah, sementara rakyat Filipina hidup dalam kemiskinan.
- Richard Nixon (Amerika Serikat): Nixon adalah Presiden AS yang terpaksa mengundurkan diri pada tahun 1974 akibat skandal Watergate. Kasus ini melibatkan penyalahgunaan kekuasaan dan upaya menutupi keterlibatan dalam penyadapan lawan politik, menunjukkan bahwa dia kehilangan rasa malu dalam mempertahankan posisinya, yang akhirnya merusak kepercayaan publik dan memaksanya mundur.
Pemimpin-pemimpin tersebut menunjukkan bagaimana kehilangan rasa malu dan tanggung jawab bisa membawa kehancuran bagi karir mereka serta dampak buruk bagi negara yang mereka pimpin.
—000—
*Pemimpin Redaksi Trigger.id
Tinggalkan Balasan