Surabaya – (Trigger.id) – Pakar Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Prof Dr Budi Utomo drh Msi angkat bicara soal lonjakan harga daging sapi. Ia menyatakan meroketnya harga daging sapi di Indonesia dipicu oleh faktor kebijakan Australia yang mengurangi ekspor sapi bakalan (sapi hidup) ke Indonesia karena masih dalam pemulihan populasi. Sementara sapi di Indonesia sedang terserang wabah lumpy skin disease (LSD).
Penyakit ini ditemukan di Provinsi Riau, yang sebelumnya terjadi di negara Asia termasuk Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, Myanmar, Laos, dan Kamboja.
Dijelaskan Prof Budi Utomo, tanda klinis lumpy skin disease bermacam-macam. Di antaranya, lesi kulit, demam, pengurangan nafsu makan hingga kematian pada sapi. Penularannya melalui vektor serangga (nyamuk dan kutu) sehingga sangat rentan menyerang ternak lain.
“Jangan sampai vektor penyakit ini terbawa oleh kendaraan pengangkut ternak. Utamanya kapal ternak yang dipakai buat mengangkut ternak dari dan ke Australia,” beber Prod Budi seperti dikutip dari laman resmi news.unair.ac.id
Ketidakcukupan daging sapi, lanjut Prof Budi, juga karena kurangnya pengetahuan peternak dan inseminator. Pasalnya ketersediaan indukan sapi masih banyak. Akan tetapi inseminasi buatan atau kawin suntik juga harus digencarkan untuk memperbanyak anakan.
Ini sudah dilakukan pemerintah dengan mendongkrak populasi sapi di Indonesia melalui Program Upaya Khusus Sapi Induk Wajib Bunting (UPSUS SIWAB). Namun Prof Budi menilai program itu belum berjalan dengan lancar. Didapati masih banyak yang mengalami gangguan reproduksi.
Prof Budi menyebut gangguan reproduksi yang kerap terjadi yaitu hipofungsi ovarium. Artinya, suatu kejadian ovarium mengalami penurunan fungsi sehingga tidak dapat terjadi ovulasi. “Hipofungsi menyebabkan tidak terjadinya ovulasi sehingga berahi tidak terjadi dan ujungnya ternak tidak dapat menghasilkan pedet (anakan sapi),’’ jelas pakar FKH ini.
Dua penyebab di atas, Prof Budi berharap adanya upaya peningkatan kewaspadaan. Seperti halnya memperketat biosecurity yakni tindakan pertahanan pertama, pencegahan, dan pengendalian masuknya wabah agar aman. Terutama bagi negara-negara yang terdeteksi penyakit lumpy skin maupun negara-negara sekitarnya. Selain itu juga memperketat rantai pasar yang sangat panjang dari peternak hingga konsumen akhir.
Guna mencapai swasembada daging, Prof Budi, meminta pemerintah mengeluarkan regulasi terkait sapi lokal. Kalangan akademisi dan Balai Penelitian Pengembangan (Balitbang) bisa mengembangkan sapi lokal unggul, kemudian diperkuat oleh pihak swasta terkait pemberdayaan korporasi peternakan sapi lokal di daerah. (kai)
Tinggalkan Balasan