Situbondo (Trigger.id) – Gema Sholawat Tibbil Qulub dan Li Khomsatun membahana dan terasa sangat khidmat dalam peringatan Malam Nisfu Sya’ban dan Haul ke 3 Almarhum KH Achmad Sibawayhie Syadzili serta Haflatul Imtihan di Pondok Pesantren Nurul Wafa, Demung, Besuki, Situbondo, Kamis (17/3) malam.
Secara khusus Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menghadiri acara tersebut. Gubernur Khofifah mengajak forum majelis yang terdiri dari Ulama’, Habaib, Wali Santri, santri putera dan santri puteri untuk menggaungkan lantunan Sholawat Tibbil Qulub dan Li Khomsatun.
Bukan tanpa alasan, menurutnya, lantunan sholawat Tibbil Qulub dan Li Khomsatun merupakan bentuk ikhtiar batiniyah dalam mengharap ridho Allah SWT agar pandemi Covid-19 di Jatim segera berakhir dan kita semua dijauhkan dari bala musibah.
“Sholawat Tibbil Qulub dan Li Khomsatun ini menjadi bagian ikhtiar kita mohon kepada Allah SWT agar kasus Covid-19 di Jawa Timur terus melandai juga agar kita dijauhkan dari bala bencana. Monggo seluruh santri di Pondok Pesantren Nurul Wafa Demang Besuki Situbondo agar terus mengamalkannya , semoga menjadi sesuatu yang bermanfaat,” ajak Khofifah.
Bahkan, sebagaimana diketahui, ikhtiar batiniyah yang dilakukan Jatim melalui pembacaan sholawat Tibbil Qulub dan Li Khomsatun ini menjadikan Gubernur JawanTimur sempat menerima penghargaan dari Forum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri Kementrian Agama Republik Indonesia.
Penghargaan itu sebagai apresiasi kepada Gubernur Jawa Timur atas upayanya dalam penanganan Covid-19 yang tak hanya dilakukan melalui pendekatan sains dan medik tetapi juga melalui upaya spritual.
“Di Jatim, dalam menangani pandemi, upaya pendekatan secara sains dan teknologi terus dilakukan. Tapi di sisi lain juga disempurnakan dengan pendekatan spiritualitas berupa do’a, wirid, dan sholawatan,” ungkapnya.
Di hadapan Majelis Haul, Khofifah menyebut bahwa pendidikan dalam naungan pondok pesantren adalah gambaran dari pendidikan modern yang diterapkan saat ini.
Seperti halnya, Boarding School menjadikan branding sekolah asrama adalah gambaran sekolah mahal dan modern. Padahal, sejatinya pendidikan berbasis asrama yang marak saat ini adalah berakar dari format pendidikan berasrama di pesantren yang sudah berjalan lebih seratus tahun.
“Termasuk juga sekolah yang menerapkan full day school. Kalau di pesantren all day school. Tidak ada waktu tanpa belajar. Ada ngaji, ada dzikir, dan ada belajar dalam kelas,” ucapnya. “Ada proses ta’dib. Proses kesantunan yang dilakukan secara langsung di pesantren. Dan ini tidak mudah dilakukan di sekolah umum. Ada tarbiyah, proses pendidikan pengasuhan. Ini juga tidak mudah dilaksanakan di sekolah umum,” imbuhnya. (ian)
Tinggalkan Balasan