

Fajar baru merekah di langit Sidrap, Sulawesi Selatan. Kabut tipis bergelayut di antara bukit hijau, sementara deretan turbin putih menjulang setinggi menara menara masjid. Di sinilah, di Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap, angin tidak lagi hanya berhembus — ia berputar menjadi listrik, menjadi terang, menjadi lambang harapan Indonesia menuju swasembada energi nasional.
“Dulu, kalau malam sering mati lampu. Sekarang, anginlah yang menyalakan rumah kami,” ujar Muhammad Darwis, warga Desa Mattirotasi yang kini bekerja sebagai teknisi lokal di PLTB Sidrap, sambil tersenyum menatap langit pagi.
Kisah Darwis adalah potret kecil dari perubahan besar: transformasi energi Indonesia dari ketergantungan terhadap fosil menuju energi bersih dan mandiri, sesuai tema besar Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun ini — “Swasembada Energi dan Sumber Daya Mineral untuk Negeri.”
Kemandirian Energi: Jalan Panjang yang Kini Mulai Nyata
Indonesia menghadapi tantangan besar. Dengan populasi lebih dari 278 juta jiwa, kebutuhan energi nasional meningkat rata-rata 4,3 persen per tahun. Namun, selama puluhan tahun, 67 persen energi primer kita masih disuplai dari batu bara dan minyak bumi (Data ESDM, Outlook Energi 2025).
Pemerintah kini menargetkan transformasi total. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa swasembada energi tidak semata berarti bebas impor, melainkan kemampuan bangsa memenuhi kebutuhannya secara berkelanjutan dan bernilai tambah di dalam negeri.
“Kita tidak boleh menjadi penonton di negeri sendiri. Energi adalah urat nadi kedaulatan ekonomi. Maka, transisi energi harus menjadi momentum Indonesia membangun kemandirian yang berkeadilan,” ujar Bahlil dalam Energy Transition Forum 2025 di Jakarta, awal Oktober lalu.
Langkah besar ini ditempuh dengan dua arah utama:
- Memperkuat energi baru terbarukan (EBT) sebagai sumber daya masa depan, dan
- Mengoptimalkan pengelolaan mineral strategis untuk menopang industri hijau dan baterai kendaraan listrik.
Energi Baru Terbarukan: Menyulap Alam Menjadi Daya
Kementerian ESDM menargetkan porsi EBT mencapai 25 persen bauran energi nasional pada 2025, dan 33 persen pada 2030. Walau target itu menantang, geliat di berbagai daerah menandakan arah sudah benar.
PLTB Sidrap (Sulsel) dengan kapasitas 75 MW menjadi tonggak awal. Lalu hadir PLTB Jeneponto 72 MW, PLTS Terapung Cirata (Jawa Barat) 192 MW — yang kini tercatat sebagai floating solar plant terbesar di Asia Tenggara.
Dr. Eng. Eniya Listiani Dewi, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, mengatakan potensi EBT Indonesia mencapai lebih dari 3.600 GW, namun baru termanfaatkan sekitar 13,1 GW.
“Kita memiliki modal alam luar biasa — surya, angin, air, bioenergi, panas bumi. Tantangan terbesar kita adalah mempercepat investasi dan membangun transmisi yang andal dari timur ke barat,” ujarnya kepada Tempo, (Oktober 2025).
Di Sumba, Nusa Tenggara Timur, energi matahari mengubah wajah pedesaan. Program Sumba Iconic Island berhasil menyalakan lebih dari 80 persen desa di pulau itu lewat kombinasi PLTS, mikrohidro, dan biogas.
“Kini anak-anak bisa belajar malam hari tanpa takut gelap,” cerita Marta Ndara, warga Desa Praibakul. Kepala Dinas ESDM NTT Yulius Adisasmita menambahkan, listrik dari energi surya membuka peluang baru: pengeringan hasil tani, penggilingan padi, hingga cold storage untuk nelayan.
Sementara itu di Dieng, Jawa Tengah, bumi bergetar lembut bukan karena gempa, tapi oleh tenaga panas bumi (geothermal). Kawasan ini menampung sumber panas hingga 400 MW, dan kini dikelola oleh PT Geo Dipa Energi.
Direktur Utama Geo Dipa, Riza Yuliana, mengatakan panas bumi menjadi kunci penting menuju energi hijau:
“Geothermal adalah energi yang konstan 24 jam. Tidak tergantung cuaca, tidak menimbulkan emisi tinggi. Indonesia punya potensi terbesar kedua di dunia.”
Gas Bumi: Energi Transisi yang Rasional
Di tengah percepatan energi hijau, minyak dan gas bumi (migas) tetap memegang peran vital. Produksi minyak Indonesia saat ini sekitar 625 ribu barel per hari, sedangkan gas bumi 6,2 BSCFD.
Deputi Dukungan Bisnis SKK Migas, Tumbur Parlindungan, menegaskan bahwa cadangan nasional harus diperkuat.
“Kami menargetkan produksi minyak 1 juta barel per hari dan gas 12 BSCFD pada 2030. Eksplorasi baru difokuskan di Natuna, Masela, dan Papua Barat,” ujarnya pada ESDM Press Briefing (Agustus 2025).
Selain eksplorasi, pemerintah memperluas program jaringan gas rumah tangga (jargas) — hingga 2025 sudah terpasang 850 ribu sambungan di 17 provinsi.
Dr. Ahmad Zulkifli, pakar energi dari UGM, menjelaskan:
“Gas bumi adalah jembatan logis menuju energi bersih. Ia lebih ramah lingkungan dan efisien, sambil menunggu kesiapan penuh EBT.”
Mineral Strategis: Dari Perut Bumi Menuju Baterai Dunia
Transisi energi tak akan terjadi tanpa bahan baku: nikel, tembaga, bauksit, dan timah — semua ada di tanah Indonesia.
Menurut data ESDM (2025), Indonesia menyimpan 21 juta ton nikel, 2,8 miliar ton tembaga, dan 1,2 miliar ton bauksit. Ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu kunci rantai pasok global untuk industri baterai dan kendaraan listrik.
Direktur Pembinaan Program Minerba Bambang Susigit menjelaskan:
“Hilirisasi bukan hanya menambah nilai ekonomi, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan menekan impor. Proyek di Morowali dan Weda Bay kini mempekerjakan lebih dari 80 ribu tenaga kerja langsung.”
Pemerintah mendorong pembangunan Smelter Tembaga Gresik di Jawa Timur, yang akan beroperasi penuh akhir 2025, menjadikan Indonesia produsen tembaga katoda terbesar di Asia Tenggara.
Menteri Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa hilirisasi adalah pilar swasembada mineral:
“Kita tidak boleh hanya menjadi penjual bahan mentah. Anak cucu kita harus menikmati hasil bumi yang diolah di negeri sendiri.”
Ketenagalistrikan: Merajut Terang ke Pelosok Nusantara
Di wilayah Papua dan Maluku, perjuangan menuju swasembada energi terlihat nyata melalui program “Listrik Desa Terpadu.” Rasio elektrifikasi nasional kini mencapai 99,73 persen, sebuah capaian historis.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, strategi PLN adalah memanfaatkan energi lokal:
“Kami mengganti pembangkit diesel di daerah terpencil dengan PLTS, mikrohidro, dan biomassa. Bukan hanya menekan biaya, tapi juga menurunkan emisi CO₂.”
Contohnya Desa Yoka, Jayapura, kini menikmati listrik 24 jam dari PLTS Hybrid 0,75 MW.
“Kami dulu hidup dalam gelap, sekarang terang menyala setiap malam,” kata Maria Wenda, guru SD Yoka.
Geologi: Peta Bumi, Peta Harapan
Tanpa geologi, tak ada eksplorasi energi. Badan Geologi Kementerian ESDM memegang peran penting dalam memetakan potensi sumber daya alam dan mitigasi bencana.
Kepala Badan Geologi, Ir. Suko Hartono, M.Sc., mengatakan lembaganya kini fokus pada pemetaan panas bumi dan air tanah untuk mendukung program energi bersih.
“Kami menargetkan penambahan 20 wilayah kerja panas bumi baru hingga 2027. Selain itu, data geologi kami membantu investor menentukan lokasi eksplorasi yang aman dan efisien,” ujarnya.
Konservasi Energi: Menyelamatkan yang Tak Terbarukan
Kemandirian energi bukan hanya soal produksi, tapi juga efisiensi. Dirjen EBTKE Eniya Listiani Dewi menegaskan bahwa konservasi energi adalah “energi baru yang tak terlihat.”
Program Top 100 Industri Efisiensi Energi berhasil menurunkan konsumsi listrik hingga 4,8 TWh per tahun — setara penghematan Rp 6,2 triliun.
Selain itu, pemerintah memperluas program Energy Management System di hotel, kampus, dan rumah sakit, dengan hasil pengurangan emisi CO₂ sebesar 4,1 juta ton per tahun.
“Setiap kilowatt yang dihemat adalah energi baru bagi bangsa,” tegas Eniya.
Visi 2045: Indonesia Mandiri Energi
Menuju Indonesia Emas 2045, Kementerian ESDM menyiapkan peta jalan Swasembada Energi Nasional. Targetnya: seluruh kebutuhan energi primer dipenuhi dari potensi domestik — dengan EBT sebagai tulang punggung, migas dan mineral sebagai penopang industri, serta masyarakat sebagai penggerak utama.
Menurut perhitungan ESDM Research Center 2025, jika seluruh rencana berjalan, Indonesia berpotensi menghemat impor energi senilai USD 16 miliar per tahun dan menciptakan 1,5 juta lapangan kerja hijau hingga 2045.
Penutup: Cahaya yang Tak Pernah Padam
Di Sidrap, baling-baling angin terus berputar, memecah langit biru Sulawesi. Di Dieng, uap panas bumi terus menari di udara dingin pegunungan. Di Morowali, tungku-tungku smelter menyala, menandai kebangkitan industri mineral.
Semua kisah itu berpadu menjadi satu irama besar — irama swasembada energi.
“Ini bukan sekadar proyek teknis, tapi gerakan nasional. Swasembada energi adalah warisan bagi anak cucu: negeri yang kuat, berdikari, dan berdaulat,” tutup Menteri Bahlil Lahadalia dengan tegas. (ian)
*Pemimpin Redaksi Trigger.id
Sumber:
- Kementerian ESDM Outlook Energi 2025, SKK Migas
- Badan Geologi ESDM Data Release 2025
- PLN Annual Report 2025
- Sumber terkait lainnya



Tinggalkan Balasan