
New York (Trigger.id) – Presiden RI Prabowo Subianto menyerukan penolakan terhadap doktrin “yang kuat dapat berbuat semaunya” saat berpidato pada Sidang Majelis Umum PBB ke-80 di Markas Besar PBB, New York, Selasa (23/9) waktu setempat.
Menurut Prabowo, salah satu alasan berdirinya PBB adalah untuk menolak doktrin tersebut. Ia mengutip Thucydides yang pernah menyatakan bahwa “yang kuat dapat berbuat semau mereka, sementara yang lemah harus menderita”.
“PBB hadir untuk memastikan kebenaran ditegakkan, bukan karena bisa disebut demikian, tetapi karena memang demikian adanya. Kita harus membela semua, baik yang kuat maupun yang lemah,” tegasnya.
Dalam pidatonya, Prabowo menyinggung meningkatnya aksi sepihak sejumlah negara yang melanggar hukum internasional dan kedaulatan negara lain, termasuk tindakan genosida Israel terhadap rakyat Palestina di Gaza.
“Kita tidak boleh diam ketika rakyat Palestina diperlakukan tidak adil, bahkan tidak diberi legitimasi untuk berbicara di ruangan ini,” ujar Prabowo.
Presiden juga menyoroti kondisi dunia yang kini diliputi kekerasan dan kebencian. Menurutnya, setiap orang berhak hidup aman, dihormati martabatnya, dicintai, serta mewariskan kehidupan lebih baik bagi generasi berikutnya.
“Anak-anak kita melihat pilihan kita hari ini. Mereka belajar bukan dari buku pelajaran, melainkan dari keputusan-keputusan yang kita ambil,” katanya.
Prabowo menekankan pentingnya peran PBB dalam menjaga perdamaian, memperkuat multilateralisme, dan mendorong kesejahteraan global. “Dengan PBB yang kuat, kita bisa membangun dunia yang adil, di mana yang lemah tidak harus menderita,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga membahas sejumlah isu global lain, termasuk solusi dua negara untuk Palestina, ancaman perubahan iklim, komitmen Indonesia pada transisi energi bersih, serta upaya mewujudkan ketahanan pangan.
Kehadiran Prabowo di forum tersebut menjadi yang pertama bagi kepala negara Indonesia dalam Sidang Majelis Umum PBB setelah absen selama 10 tahun. Ia mendapat giliran berbicara pada urutan ketiga, setelah Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. (ian)



Tinggalkan Balasan