Tabanan Bali (Trigger.id) – Tradisi Mapeed di Alas Kedaton, Tabanan, Bali, merupakan bagian dari ritual adat dan spiritual yang berlangsung di Pura Dalem Kahyangan Kedaton, sebuah pura peninggalan zaman megalitikum. Tradisi ini memiliki daya tarik tersendiri, tidak hanya bagi umat Hindu yang terlibat, tetapi juga bagi wisatawan yang tertarik dengan budaya Bali.
Mapeed adalah prosesi di mana masyarakat dari berbagai banjar adat (komunitas desa) berjalan bersama menuju pura, membawa persembahan dan perangkat upacara. Prosesi ini menjadi simbol penghormatan kepada dewa dan leluhur serta menunjukkan rasa syukur masyarakat. Uniknya, dalam setiap piodalan atau ritual utama, seluruh peserta upacara harus menyelesaikan prosesi sebelum sandyakala (pergantian siang dan malam). Ini karena kepercayaan bahwa setelah waktu itu, dunia gaib mulai aktif, dan alam spiritual lebih sensitif.
Salah satu keunikan lain di Pura Alas Kedaton adalah larangan penggunaan api dan dupa dalam persembahyangan. Kebijakan ini muncul setelah ditemukan bahwa lingkungan pura sangat panas dan menghidupkan api dianggap berisiko memicu kebakaran, mengingat pura dikelilingi hutan yang dihuni banyak monyet.
Prosesi ini rutin dilaksanakan setiap enam bulan sekali dalam rangkaian perayaan Anggara Kasih Medangsia, sepuluh hari setelah Hari Raya Kuningan. Selain sebagai bagian dari praktik spiritual, tradisi ini juga menjadi daya tarik wisatawan, terutama karena prosesi berlangsung di tengah hutan monyet, menciptakan suasana yang unik dan harmonis antara alam, budaya, dan spiritualitas Bali.
Tradisi Mapeed di Desa Adat Kukuh
Tradisi Mapeed yang dilaksanakan Desa Adat Kukuh ini diikuti 12 banjar adat. Krama utamanya ibu-ibu PKK melaksanakan tradisi ini dimulai dari banjar masing-masing menuju Pura Dalem Kahyangan Kedaton.
Bendesa Adat Kukuh, I Gusti Ngurah Artha Wijaya mengatakan tradisi Mapeed rutin digelar setiap enam bulan sekali bertepatan dengan Pujawali di Pura Dalem Kahyangan Kedaton yang jatuh pada Anggara Kliwon Medangsia (Anggarakasih Medangsia), Selasa kemarin. Mapeed dilaksanakan oleh krama di 12 banjar adat.
“Masing-masing banjar adat mapeed secara bergantian di hari yang sama. Bahkan tapakan (barong) yang ada di masing-masing banjar adat juga ikut lunga katurang bhakti ring Pura Dalem Kahyangan Kedaton,” jelasnya.
Setelah seluruh banjar berada di Pura barulah prosesi upacara dimulai. Di Pura Dalem Kahyangan Kedaton ini upacara harus sudah selesai sebelum sandikala atau sandyakala (pertemuan siang dan malam). Ini dilakukan sesuai dengan penuturan tetua (orang tua) bahwa lepas sandikala itu ada lagi penangkilan namun dari dunia gaib seperti wong samar.
Dengan adanya tradisi Mapeed dan Ngerebeg, masyarakat Desa Kukuh memperkuat dan merayakan warisan budaya mereka dengan penuh kebanggaan. Tradisi ini tidak hanya sekadar upacara keagamaan, tetapi juga sebagai wujud penghormatan dan kesetiaan kepada tradisi nenek moyang mereka. (ian)
Tinggalkan Balasan