Hari musik nasional yang diperingati setiap 9 Maret, seperti tahun-tahun sebelumnya tidak ada agenda seremoni besar yang menandainya. Tetapi begitulah sejatinya bagi seorang pengabdi musik sejati, yang tidak butuh lagi pengakuan, hiruk-pikuk seremoni peringatan dan sebagainya.
Ada dan tidaknya peringatan Hari Musik Nasional, tidaklah terlalu penting daripada bermusik itu sendiri.
Dari sini kita bisa belajar konsistensi dari maestro jazz Indonesia, Bubi Chen. Meskipun kepiawaian bermusiknya diakui penikmat dan pengamat jazz dunia, tetapi tidak membuat Bubi Chen berbangga diri dan mencari kota yang bisa lebih menghargai karya-karyanya. Sungguh Surabaya sebagai kota kelahiran sang maestro jazz dunia tersebut, miliki tempat tersendiri di hatinya.
Lahir di Surabaya, 9 Pebruari 1938, sejak kecil sampai menjelang ia meninggal dunia (16 Pebruari 2012), sangat cinta terhadap kota kelahirannya. Meskipun tidak sedikit musisi jazz lahir di Surabaya, tetapi mereka memilih hengkang ke kota lain, terutama ke ibukota Jakarta. Sebut saja Jack Lesmana ayah dari Indra Lesmana, Jeffri Tahalele, Oele Pattiselanno dan lain-lain.
Putra sulung Bubi Chen, Howie Chen mengatakan, ayahnya sudah merasa sangat nyaman di Surabaya.
“Papa itu orang yang kurang suka suasana yang beda … Dia sudah nyaman di Surabaya dengan teman-teman dan keluarganya,” kata Howie Chen.
Bagi Bubi Chen, hiruk pikuk ibukota tidak menjadi jaminan kesuksesan. Kualitas bermain musik yang diapresiasi pengamat musik seantero jagat, tidak ada hubungan dengan nama sebuah kota. Jazz boleh saja lahir di New Orleans Amerika Serikat, tetapi ketika Bubi Chen datang di negeri Paman Sam tersebut, justru banyak musisi kaliber dunia yang ingin “jam sessions”.
Pada 1984, bersama pemain-pemain jazz seperti John Heard, Albert Heath, dan Paul Langosh, Bubi Chen membuat rekaman di Amerika dan diedarkan di Indonesia. Rekaman itu diberi judul Bubi di Amerika.
Kesempatan bermain dengan banyak musisi jazz dunia, tidak membuat Bubi Chen hijrah dan menetap di Amerika Serikat. Karena lagi-lagi kota Surabaya memiliki daya tarik luar biasa pada sosok Bubi Chen.
Howie Chen putra sulung mending Bubi Chen juga mengatakan, ayahnya tidak suka tempat yang hiruk pikuk seperti Jakarta. “Papa itu ga suka tempat yang hiruk pikuk dan serba rush rush rush … Jadi dianya suka tempat yang dia bisa bekerja dengan giat tanpa harus diburu waktu,” kata Howie.
Bubi Chen selain sukses berkarier di panggung dan dapur rekaman, sosok perfectionist tersebut juga memiliki banyak murid, yang dilatih lewat kursus privat. Murid-murid Bubi Chen juga sudah banyak yang sukses sebagai musisi, terutama sebagai pianis. Mulai dari Johanes Gondo, Bagus, sampai dengan Yudy Barlean.
“Papa sering bilang, wong Jakarta itu cuman 1 jam terbang dari Surabaya, kenaoa aku harus pindah?,” kata Howie menirukan pernyataan ayahnya.
Bubi is Bubi. Salahsatu pianis terbaik dunia ini, tidak mau kalah dengan musisi jazz lainnya. Dari kota kelahirannya Surabaya, ia mampu mengharumkan nama bangsa. (ian)
Tinggalkan Balasan