

Melonjaknya insiden infeksi Human metapneumovirus (HMPV), sedang ramai diperbincangkan. Sejak santer diberitakan merebak di Tiongkok pada akhir tahun 2024, kini semua negara meningkatkan kesiagaan. Demikian pula negara kita. Pemerintah menghimbau masyarakat tidak perlu panik, tetapi harus tetap waspada.
Pada umumnya paparan HMPV tidak berisiko menyebabkan bahaya. Mayoritas pakar virologi berpendapat, virus saluran napas tersebut tidak berpotensi memicu pandemi. Meski demikian, pada kondisi tertentu HMPV dapat menimbulkan dampak klinis yang berat. Bahkan menjurus fatalitas. Hal itu bisa terjadi pada individu dengan sistem imunitas yang kurang sempurna (immunocompromised). Misalnya pada balita, lansia, penyandang HIV, kanker, diabetes yang tidak terkontrol dengan baik, ataupun penyandang komorbid lainnya.
Sejatinya HMPV bukanlah virus temuan baru. Sejak pertama kali dideteksi pada tahun 2001, persebarannya sudah merata hampir di seantero dunia. Namun insidennya akan cenderung meningkat, saat musim dingin atau semi. Artinya HMPV adalah penyakit musiman. Dengan demikian mayoritas penduduk dunia, sekali waktu dalam hidupnya pernah terpapar oleh virus tersebut. Hal itu bisa diketahui melalui deteksi keberadaan antibodi dalam darahnya terhadap HMPV.
Pencegahan
Lebih baik mencegah, daripada harus mengobati. Konsep universal itu juga layak diterapkan pada HMPV. Meski gejala klinis yang ditimbulkannya umumnya ringan, tetapi pada kondisi tertentu dapat memantik komplikasi. Pneumonia (radang jaringan paru) dapat terjadi. Manifestasi berbahaya itu (mengacu pada nama virusnya), relatif sering timbul pada balita, dibanding dewasa atau lansia . Dari beberapa riset yang dilakukan, ada dampak jangka panjang akibat infeksi HMPV. Anak-anak yang pernah terpapar, berisiko lebih tinggi mengalami infeksi saluran napas berulang di kemudian hari. Kecenderungan memicu timbulnya asma dan alergi saluran napas pun, meningkat signifikan. Data pembandingnya adalah balita yang tidak pernah terinfeksi HMPV.
Berbasiskan bukti epidemiologi itulah, betapa pentingnya mencegah infeksi HMPV. Di sisi lain, hingga kini belum ada vaksin spesifik untuk HMPV. Obat anti virusnya pun belum ditemukan. Pencegahan lini pertama yang terbukti efektif adalah perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Pengenaan masker, mencuci tangan secara reguler dengan sabun dan hand sanitizer, serta menghindari menyentuh area wajah, sangat dianjurkan.
Meski sederhana dan terbilang murah, penerapan PHBS tidak selalu mudah diterapkan. Apalagi pada balita.
Baca juga: Sisi Gelap Produk Pencerah Kulit
Vaksin
Akhir-akhir ini banyak beredar pendapat, bahwa vaksin influenza dapat mencegah penularan HMPV secara parsial. Untuk membahas benar tidaknya masalah tersebut, perlu diuraikan mekanisme kerja suatu vaksin. Virus mutlak memerlukan sel inang untuk hidup, berkembang biak, dan menimbulkan penyakit. Mikroba tersebut dianalogikan sebagai seorang pencuri yang memasuki rumah sasarannya. Modusnya bisa melalui pintu, jendela, ataupun tempat-tempat lainnya. Setiap jenis virus memiliki rute masuk yang berbeda-beda, untuk mengawali terjadinya infeksi. “Jalur masuk” virus ke dalam sel inangnya, disebut dengan reseptor. Antara virus influenza dan HMPV pun, memiliki reseptor yang berbeda. Tegasnya, fenomena biologi itu bersifat spesifik.
Pada hakikatnya hampir semua vaksin dirancang untuk menutup/mengunci reseptor masuknya masing-masing mikroba. Sistem imun yang dibangkitkan melalui vaksinasi (khususnya antibodi), dapat “menutup” reseptor tersebut. Apabila tindakan preventif itu efektif, dengan sendirinya penularan tidak akan terjadi.
Antibodi merupakan komponen sistem imun dominan yang berperan penting mencegah terjadinya penularan virus. Keberadaannya bisa dideteksi melalui pemeriksaan darah. Metodenya dapat secara kualitatif ataupun kuantitatif. Sifatnya sangat spesifik. Artinya antibodi yang diinduksi oleh antigen virus influenza, sangat berbeda dengan antibodi akibat rangsangan antigen HMPV. Singkatnya, vaksin influenza tidak akan efektif mencegah penularan HMPV. Dengan kata lain, tidak ada proteksi silang antara influenza dan HMPV. Kedua macam virus pernapasan itu, berasal dari “keluarga virus” yang berbeda.
Ada suatu contoh lain. Terdapat satu jenis vaksin yang mampu menangkal dua spesies virus yang berbeda. Vaksin yang dirancang untuk memberantas penyakit cacar (variola), cukup efektif pula mencegah penularan Mpox (cacar monyet). Dalam bidang imunologi, fenomena itu disebut sebagai proteksi silang. Antara virus cacar dan Mpox, memiliki struktur antigen yang “mirip”. Keduanya berasal dari “keluarga” virus yang sama.
Riset vaksin HMPV
Kini para ahli sedang melakukan riset berbagai platform vaksin yang efektif mencegah penularan HMPV. Salah satu vaksin yang mungkin diharapkan dapat segera terealisasi, adalah gabungan antigen (chimeric) antara HMPV dan influenza. Struktur vaksin utamanya adalah antigen virus influenza yang telah dilakukan rekayasa genetika. Berkat kemajuan teknologi biologi molekuler, sangat memungkinkan merancang model vaksin semacam itu. Targetnya dengan satu macam vaksin, dapat melindungi terhadap dua macam virus sekaligus, yaitu influenza dan HMPV.
Baik GAVI, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ataupun Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, Eropa, dan Tiongkok, belum pernah sekalipun merekomendasikan penggunaan vaksin influenza untuk mencegah HMPV. Aliansi global untuk vaksin dan imunisasi (GAVI), adalah organisasi kemitraan kesehatan global publik-swasta. Organisasi tersebut yang kini beralih nama menjadi Aliansi Vaksin, bertujuan meningkatkan akses terhadap imunisasi di negara-negara miskin.
Semoga dengan peningkatan kewaspadaan dan pelaksanakan PHBS, Indonesia terhindar dari merebaknya HMPV.
—–o—–
*Penulis:
- Staf pengajar senior di Divisi Alergi-Imunologi Klinik, Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo – Surabaya
- Magister Ilmu Kesehatan Olahraga (IKESOR) Unair
- Penulis buku:
– Serial Kajian COVID-19 (tiga seri)
– Serba-serbi Obrolan Medis
– Catatan Harian Seorang Dokter
Tinggalkan Balasan